Transformasi Makna Religi Borotan Dalam Upacara Kurban Bius Pada Masyarakat Batak
Main Article Content
Abstract
Abstract
‘Borotan’ is a Batak Tobanese vocabulary meaning “stake”, to which an animal is tied before being sacrificed in a traditional Bataknese ceremony. ‘Borotan’ physically looks like a simple piece of wood but it bears a profound interpretation and has become an important part of reconstructing the religious aspects of the ancient Bataknese. Thus, this writing aims at explaining the religious importance of ‘Borotan’. The religiousness being discussed here is its interpretation of form and function in the religious activity in the past and present. Inductive reasoning is expected to produce an answer to the problem question through the analysis of the observed variables. The observation results show that the Bataknese try to communicate with the divine power in the ceremony to create two-way communication, vertically and horizontally.
Abstrak
Borotan merupakan istilah kosa kata Batak Toba yang berarti kayu pancang, tempat hewan diikat sebelum dikurbankan dalam sebuah tradisi upacara adat Batak Toba. Secara fisik borotan terlihat sebagai kayu biasa saja, namun secara pemaknaan sangat dalam dan menjadi bagian penting dalam usaha merekonstruksi aspek religi masyarakat Batak masa lampau. Maka tujuan dari tulisan ini adalah untuk menjelaskan bagaimana borotan dilihat dari aspek religiusitasnya. Religiusitas dalam hal ini adalah pemaknaan borotan terkait bentuk dan fungsinya dalam aktivitas religi masyarakat Batak masa lampau dan hingga terkini. Melalui kerangka pikir induktif diungkapkan jawaban atas permasalahan tersebut dengan menganalisisnya berdasarkan variabel pengamatan yang dibuat. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa masyarakat Batak berusaha mengadakan komunikasi dengan kekuatan adi kodrati sehingga dalam kegiatan upacara terjadi hubungan dua arah yaitu secara vertikal dan horizontal.
Downloads
Article Details
References
Nainggolan Togar. 2012. Batak Toba : Sejarah dan Transformasi Religi. Medan: Bina Media Perintis
Niessen, Sandra. 1985. Motifs of Life at Toba Texts and Tekstils. PhD Thesis. Leiden Unversity.
Pritchard, E. E. Evans. 1984. Teori-teori tentang agama primitif. Jakarta: PLP2M press
Rakhmat Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya
Sinaga, Anicetus. 1981. The Toba-Batak High God-Transcendence and Immanence, West Germany. St. Augustin, West Germany: Anthropos Institute
Sinaga B.Anicetus. 2004. Dendang bakti: inkulturasi teologi dalam budaya Batak. Medan: Bina Media Perintis
Situmorang, Sitor. 2004. Toba Na Sae. Jakarta: Komunitas Bambu
Sonjaya. J. A. 2003. Kajian religi dalam perspektif Arkeologi-interpretatif. Yogyakarta: Buletin Artefak. Edisi 25. Desember.Hlm. 12.
Setianingsih R Margaretha & Purba Suruhen. 2002. Desa Na Ualu dan Bindu Matoga, Keindiaan Ragam Hias di Tanah Batak. Medan: Berkala Arkeologi “Sangkhakala”. Hal.31-44
Tobing, Ph.O. 1963.The Structure Of The Toba – Batak Belief in The God. Amsterdam: Jacob Van Campen
Website:
Sutrisno, Mudji, SJ. “Religiusitas dan Abu-abunya Realitas.” http://indonesia.ucanews.com/2012/02/06/religiusitas-dan-abu-abunya-realitas/ diakses pada tanggal 2 Agustus 2012 pukul 13.40 WIB
http://amazing-seeds.com/bodhi-tree-ficus-religiosa-seeds-p-53, diakses pada tanggal 12 Agustus 2012 pukul 13.00 WIB.
http://tobaphotographerclub.com/details.php, diakses pada tanggal 10 Agustus 2012 pukul 11.00 WIB.