“Kotak Emas”, Pahatan Relung Pada Dinding Tebing Lae Tungtung Batu di Dairi, Sumatera Utara
Main Article Content
Abstract
Abstract
Niches at the walls of edge of Lae (river) Tungtung Batu have been known by the local people as “the golden box”. The naming, without sufficient scientific proofs, refers to its profane function as storage of valuable items. The question is: is the object of a profane or sacred function? A theory proposes that a megalithic structure that was built for the worship of ancestors, either as a tomb or supplementary worship, supported by a comparative study of similar findings in different areas with the same cultural background, results in different interpretations of the functions of the niches that were previously connoted to a storage for valuable things now are of a burial reason. Similar objects found in Samosir, Deli Serdang, Karo and Tana Toraja are currently interpreted as sarcophagus. The niches in Tuntung Batu share similar characteristics of sarcophagus with those in other areas in North Sumatra and Indonesia. It is contextually supported with the presence of other objects in Tuntung Batu such as pertulanen and mejan that are related with burial and stones of tunggul nikuta candi and perisang manuk and the statue of pangulubalang that is of a mystical purpose to give the people protection.
Abstrak
Pahatan relung-relung pada dinding tebing batu Lae (sungai) Tungtung Batu oleh masyarakat setempat dikenal dengan sebutan “kotak emas”. Penamaan ini merujuk kepada fungsi profannya sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, namun tanpa ditunjang oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup memadai. Masalah yang dikemukakan adalah : apakah objek tersebut memang memiliki fungsi profan seperti tersebut di atas ataukah berfungsi sakral ? Mengacu pada teori bahwa suatu bangunan megalitik didirikan terkait dengan pemujaan terhadap leluhur, baik sebagai kuburan ataupun sebagai pelengkap pemujaan, serta didukung dengan studi komparatif dengan temuan sejenis di beberapa daerah lainnya dengan latar budaya yang sama, menghasilkan interpretasi yang berbeda tentang fungsi relung-relung tersebut yang sebelumnya dikaitkan dengan tempat penyimpanan benda berharga menjadi lebih mengarah kepada fungsi penguburan. Objek sejenis yang antara lain ditemukan di Samosir, Deli Serdang, Karo dan Tana Toraja saat ini diinterpretasikan sebagai jenis kubur pahat batu. Karakteristik relung-relung di Tungtung Batu sangat sesuai dengan karakteristik jenis kubur pahat batu baik yang terdapat di Sumatera Utara aupun di daerah lainnya di Indonesia. Secara kontekstual hal itu diperkuat dengan keberadaan objek-objek lainnya di Tungtung Batu yaitu pertulanen dan mejan yang terkait dengan penguburan serta batu tunggul nikuta candi, batu perisang manuk serta patung pangulubalang yang lebih bersifat mistis terkait dengan perlindungan kepada masyarakat.
Downloads
Article Details
References
Angkat, N. dkk. 1993. “Laporan dari Perumusan Komisi I Adat/Hukum Tanah Pakpak Dairi, dalam Seminar yang Dilangsungkan pada Tanggal 16 sampai dengan 20 Maret 1970 di Sidikalang.” Tidak Lekang karena Panas Tidak Lapuk karena Hujan Seminar Adat Istiadat Pakpak-Dairi yang Berlangsung dari Tanggal 16 sampai dengan 20 Maret 1970 di Sidikalang. Rantau Prapat: diperbanyak/tidak diterbitkan: 60—65.
Padang, DJ. 1993. “Prasaran Kerja Jahat dan Kerja Baik serta Gendang Pakpak Dairi pada Seminar Adat Pakpak Dairi yang Dilangsungkan pada Tanggal 16 sampai dengan 20 Maret 1970 di Gedong Nasional Sidikalang.” Tidak Lekang karena Panas Tidak Lapuk karena Hujan Seminar Adat Istiadat Pakpak-Dairi yang Berlangsung dari Tanggal 16 sampai dengan 20 Maret 1970 di Sidikalang. Rantau Prapat: diperbanyak/tidak diterbitkan: 110—121.
Soedewo, Ery dkk. 2009. Berita Penelitian Arkeologi nomor 21: Situs dan Objek Arkeologi di Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Medan: Balai Arkeologi.
Soejono, RP (ed.). 2009. Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Susilowati, Nenggih. 2005. “Bangunan Berundak, Sarana Religi Berunsur Budaya Megalitik di Sumatera Utara.” Berkala Arkeologi Sangkhakala 15: 80—94.
Tim. 2008. Pendataan Situs/BCB di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Banda Aceh: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala.
Wiradnyana, Ketut. 2005. “Gua Umang, Kubur Dinding Batu di Tanah Karo: Indikasi Tradisi Megalitik.” Berkala Arkeologi Sangkhakala 16: 20—30.