Temuan Gerabah di Pura Wasan, Blahbatuh, Gianyar (Suatu Pendekatan Etnoarkeologis)
Main Article Content
Abstract
Abstract
Wasan is the name of a subak (Balinese traditional irrigation system) that is located eastern of Banjar Blahtanah and around Banjar Canggi (banjar = community unit). Wasan yielded a number of archaeological finds such as candi (temple), pond, building structure, figurine, animal statues, lingga, yoni, and potsherds. The purpose of this research is to find out the shapes and functions of the potsherds which found at the temple. Data were collected by means of survey and excavation, then have been analyze for morphologically, technologically, and contextually. Results of this research include three penyembeans, three coblongs, and a jar. Derived from their shapes, the three types of pottery have different functions. Penyembean was functioned as a container to ignite fire before the commencing of a yadnya ceremony at Pura Wasan. Coblong was used to place holy water or (tirtha), while the jar, due to its larger size, besides being functioned to store tirtha, could also be used as a container for toyeanyar during religious ceremonies.
Abstrak
Wasan merupakan nama sebuah subak yang terletak di sebelah timur Banjar Blahtanah dan di sekitar Banjar Canggi. Wasan mengandung beberapa tinggalan arkeologis di antaranya candi, kolam, struktur bangunan, arca perwujudan, arca binatang, lingga yoni, dan sejumlah fragmen gerabah. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi temuan gerabah yang terdapat di pura tersebut. Data penelitian ini dikumpulkan melalui survei dan ekskavasi, kemudian dianalisis secara morfologi, teknologi, dan kontekstual. Hasil penelitian ini berupa tiga buah penyembean, tiga buah coblong, dan sebuah periuk. Berdasarkan ketiga bentuk gerabah ini mempunyai tiga fungsi yang berbeda-beda. Penyembean dapat difungsikan sebagai wadah tempat menyalakan api ketika upacara yadnya di Pura Wasan dimulai. Coblong dapat difungsikan sebagai wadah tempat air suci atau tirtha, sedangkan periuk yang bentuknya lebih besar, selain difungsikan sebagai tempat tirtha dapat juga dipakai sebagai wadah tempat toye anyar dalam pelaksanaan upacara agama.
Downloads
Article Details
References
Durkheim, Emile. 1965. “The element Forms of the religious Life.” Dalam The Origin and Development of Religion: 28-36.
Geertz.C.1966. “Religion as a Cultural System.” Dalam Anthropological Approach to the Study Religion, disunting oleh Bantom. London: Tavistock Publication.
Geria, I Made. 1990. ”Kajian Arsitektural Candi Wasan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.” Laporan Penelitian Arkeologi, Tidak diterbitkan
Hooykaas, C. 1964. Agama Tirtha: Five Studies at Hindu-Balinese Religion. Amsterdam: A.V. Noor Hollandsche Uitgeveers Matschapij.
Heekeren, H.R. Van & Eigil Knuth, 1967. Archaeological Exavation in Thailand. Vol. 1, Sai-yok, Munksgaard, Covenhagen.
Koentjaraningrat, 1974. Bunga Rampai Kebudayaan Mentalitet Dan Pembangunan. Jakarta: P.T. Gramedia.
Koentjaraningrat, 2004. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.
Soejono, R.P., et al. 1975. Jaman Prasejarah Di Indonesia: Sejarah Nasional Indonesia I, (Edisi I) Jakarta: Depdikbud.
Atmosoediro, Sumijati. 1971. “Daerah Bantul (Jogyakarta).” Tesis, Jurusan Purbakala, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada.
Thomas, David Hurst. 1979. Archaeology. New York Chicago.
Rinehart dan Winston, Wallace, dan Anthony. F.C. 1966. Religion an Anthropological View. New York: Random House.