Aspek-aspek Kemaritiman di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi dari Masa Mesolitik Hingga Tradisi Megalitik
Main Article Content
Abstract
Abstract
Maritime aspects in the western part of Indonesia are known from the presence of shell mound sites, which show Mesolithic characteristics and elements of Hoabinhian Culture. The shell mound sites along the east coast of Sumatra Island reveal that coastal areas were very important in providing for life in the past because of the marine biota that can be exploited. The Hoabinhian Culture on highland areas also bears traces of maritime aspects. Likewise are the Neolithic and sites that dispersed on highland areas. Various kinds of mollusks were still exploited on the highlands. Even the religions and social structures that bear maritime characteristics were still preserved. The attempt to recognize the maritime aspects during the periods is done by determining various artifacts, ecofacts, and other finds in relation with the marine environment, as well as through ethnoarchaeology studies by observing patterns of meanings
in the cultures of several traditional communities in the western part of Indonesia. The effort to determine archaeological objects, supported by ethnoarchaeology studies, will portray various maritime aspects that can be recognized through the aspects of the environment, biota, religion, technology, aesthetic, and other social aspects.
Abstrak
Aspek kemaritiman di indonesia bagian barat diketahui dari keberadaan situs-situs bukit kerang yang memiliki periode Mesolitik, dengan budaya pendukungnya Hoabinh. Situs-situs bukit kerang yang tersebar di pesisir timur Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kawasan pantai merupakan areal yang sangat penting dalam mendukung kehidupan masa itu, mengingat berbagai biota laut menjadi objek yang dieksploitasi. Keberadaan budaya Hoabinh di dataran tinggi juga masih menunjukkan sisa-sisa aspek kemaritiman. Sebaran situs di dataran tinggi pada masa Neolitik dan Megalitik juga masih menunjukkan aspek kemaritiman. Berbagai jenis moluska yang hidup di dataran tinggi masih menjadi bahan pangan yang dieksploitasi, bahkan aspek religi dan struktur sosial yang berkaitan dengan ciri kemaritiman masih dipertahankan. Upaya mengetahui aspek kemaritiman pada beberapa periode tersebut, tentu akan diketahui melalui determinasi berbagai artefak, ekofak dan lainnya yang terkait dengan lingkungan laut. Pemahaman aspek kemaritiman juga dilakukan melalui etnoarkeologi, dengan melihat berbagai pola makna yang terkandung dalam kebudayaan masyarakat tradisional di indonesia bagian barat. Determinasi objek arkeologis yang disertai dengan kajian etnoarkeologi menggambarkan berbagai aspek kemaritiman yang dapat dikenali dari aspek lingkungan, biota, religi, teknologi, estetika dan aspek sosial lainnya.
Downloads
Article Details
References
Chia, Stephen. 2012. Pengebumian Keranda Kayu Balak di Kinabatangan, Sabah. Pulau Pinang: Universiti Saint Malaysia
Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan Agama.Yogyakarta: Kanisius Press
Hantoro, W.S. 2006.“Austronesian Prehistory From a Paleoclimatological and Paleogeographical Perspective: Settlement and Migration Through Time in The Indonesian Maritime Islands” Austronesian Diaspora and The Ethnogeneses of people in indonesian Archipelago. Jakarta: Proceedings of International Symposium LIPI. hal. 30--59
Haviland, William.A. 1988. Antropologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Joedodibroto, Rijadi. 2008. “Mengenal Arsitektur Nias” Nias Dari Masa Lalu ke Masa Depan. Jakarta: BPPI. Hal. 184-263
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta; Universitas Indonesia Press
Mahmud, Irfan. 2011.” Jejak Budaya Austronesia, Melanesia dan Tradisi Prasejarah berlanjut di Papua” Austronesia dan Melanesia di Nusantara, Mengungkap Asal Usul dan Jati-Diri Dari temuan Arkeologis. Yogyakarta: Ombak. hal. 43--68.
Majid, Zuraina. 2005. “The Excavation and Analyses of Yhe Perak Man Buried in Gua Gunung Runtuh, Lenggong, Perak”. The Perak Man and Other Prehistoric Skeletons of Malaysia (ed) Zuraina Majid. Pulau Pinang: Universiti Sains Malaysia. hal.1-32
Read, Robert Dick. 2008. Penjelajah Bahari, Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika. Bandung: Mizan
Ririmasse, Marlon. 2015. “ Dari Pulau ke Pulau: Jejak Budaya Megalitik di Kepulauan Maluku Tenggara” Pernik-Pernik Megalitik Nusantara. Yogyakarta: Galangpress. hal. 413--431
Simanjuntak, Truman. 1977. Laporan Penelitian Arkeologi Kecamatan Hinai. (tidak terbit)
Simanjuntak, Truman. 2011. “Austronesia di Indonesia” dalam Austronesia dan Melanesia di Nusantara, Mengungkap Asal Usul dan Jati-Diri Dari temuan Arkeologis. Yogyakarta: Ombak. hal 1--22
Soejono, R.P. 2008. Sistem-Sistem Penguburan Pada Akhir Masa Prasejarah di Bali. Jakarta: Puslitbang Arkenas
Tanudirjo, Daud Aris. 2006.” The Dispersal of Austronesian-Speaking- People and The Ethnogenesis of Indonesian People”.Austronesian Diaspora and The Ethnogeneses of people in Indonesian Archipelago. Jakarta: Proceedings of international Symposium LIPI. hal 83--98
Utomo, Bambang Budi (ed). 2015. Bangkitlah Bangsa Bahari. Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman.
Utomo, Bambang Budi. 2016. “ Perahu Madura: Budaya Bahari Pada Suku Bangsa Madura” Jurnal Museum Nasional
Pradnaparamita edisi 04/2016. Jakarta: Museum Nasional
Wiradnyana, Ketut. 2010.” Perubahan Makna Perahu Sebagai Simbol Pada Tradisi Megalitik di Nias Selatan (Kearifan Lokal masyarakat Nias Selatan)”. Kearifan Lokal Dalam Arkeologi. Medan: Balai Arkeologi Medan. hal. 74--95
Wiradnyana, Ketut. 2010a.” Sebaran Sumatralith Sebagai indikasi Jarak dan Ruang Jelajah Pendukung Hoabinh” dalam Berkala Arkeologi Sangkhakala Vol 15 No.1 November 2012. Medan: Balai Arkeologi Medan. hal. 204--223
Wiradnyana, Ketut. 2012. ”Indikasi Pembauran Budaya Hoabinh dan Austronesia di Pulau Sumatera SBA VOL.42 19 NO.1/2016 Hal 28--42 Bagian Utara”. dalam Berkala Arkeologi “Sangkhakala” Vol.XV No,1. Medan: Balar Medan. hal. 99--118
Wiradnyana, Ketut, dkk. 2015. Laporan Penelitian Arkeologi Budaya Prasejarah, Takengon: Dinas Budparpora Kab. Aceh Tengah (belum diterbitkan)
Wiradnyana, Ketut & Taufiqurrahman S. 2011. Gayo Marangkai Identitas. Jakarta: Yayasan Obor indonesia.