TIPOMORFOLOGI
ARSITEKTUR BANGUNAN PECINAN
DI KESAWAN MEDAN
TYPOMORPHOLOGY OF
CHINATOWN BUILDING ARCHITECTURE
IN KESAWAN MEDAN
Rudiansyah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Jl. Universitas No.19 Kampus USU Medan, Sumatera Utara 20155
rudiansyah@usu.ac.id
Reception date : 12/04/2021 |
Last Revision: 10/11/2021 |
Acceptation date: 12/11/2021 |
Published: 25/11/2021 |
To Cite this article : Rudiansyah, Rudiansyah. 2021. “TIPOMORFOLOGI
ARSITEKTUR BANGUNAN PECINAN DI KESAWAN MEDAN”. Berkala Arkeologi
Sangkhakala 24 (2). Medan, Indonesia, 135-46. https://doi.org/10.24832/bas.v24i2.460. |
©2021 Berkala Arkeologi Sangkhakala –This is an open access article under the CC BY-NC-SA license |
Abstract
Most of the buildings in
Kesawan-Medan still maintain the Dutch-Chinese architecture of the transitional
period or the Transitional architecture, although the awareness to preserve
this historical heritage is still low. Furthermore, there is no regulation
limiting changes that may be made, yet it has not been designated as a Cultural
Conservation Building. This situation raises fears of losing track of the
original building. This paper intends to explain the typomorphological
characteristics of the Chinatown building architecture in Kesawan-Medan. The
method used is desk research on research reports, various sources of books, and
journals. The theory used is the theory of area morphology and building
typology from Andre Loeckx and Markus Zahnd. The general condition of the
building has not lost its original form. Renovations were carried out within
the limits of repainting, repairing damaged elements, and changing functions.
Typomorphology is evident from the materials used and their layout. Building
materials used are from the surrounding environment, such as bricks, tile
roofs, and windows. The layout of the building is in the residential
emplacement area of the city center, with a flat topography in the tropical wet
climate of Indonesia.
Keywords: Typomorphology; Architecture; Chinatown; Dutch-China; Kesawan Medan.
Abstrak
Permukiman
kesawan Medan sebagian besar masih mempertahankan arsitektur bangunan
Belanda-China periode peralihan atau arsitektur Transisi, walaupun kesadaran
pelestarian peninggalan bernilai sejarah masih minim. Belum ada peraturan
batasan perubahan yang boleh dilakukan dan belum ditetapkan sebagai Bangunan
Cagar Budaya. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran akan kehilangan jejak
bangunan aslinya. Tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan karakteristik
tipomorfologi arsitektur bangunan pecinan di kesawan Medan. Metode yang
digunakan adalah desk research terhadap laporan hasil penelitian, berbagai
sumber buku dan jurnal. Menggunakan teori morfologi kawasan dan tipologi
bangunan dari Andre Loeckx dan Markus Zahnd. Kondisi bangunan secara umum belum
kehilangan bentuk aslinya. Renovasi dilakukan dalam batas pengecatan ulang,
perbaikan elemen yang rusak, dan perubahan fungsi. Tipomorfologi khasnya tampak
dari bahan yang digunakan dan tata letaknya. Bahan bangunan dari lingkungan
sekitar, seperti bata, keramik atap genting dan jendela. Tata letak bangunan
berada di kawasan emplasemen permukiman pusat kota, dengan topografi lahan
datar dalam lingkungan iklim tropis basah Indonesia.
Kata kunci: Tipomorfologi; Arsitektur; Pecinan; Belanda-China; Kesawan Medan.
PENDAHULUAN
Karakteristik tipomorfologi arsitektur bangunan di kawasan Kesawan Medan memiliki kekhasan tersendiri sebagai bangunan kolonial. Selain tampak dari wujud fisik bangunan yang menunjukkan bangunan lama, yaitu zaman Belanda, catatan arsip juga melengkapi petunjuk tersebut dari sejarah pendiriannya. Daerah Kesawan telah berdiri pada akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1860-an.
Fungsi yang mendominasi dari kawasan ini adalah gabungan antara fungsi hunian, fungsi komersial dan perkantoran. Pada saat ini kawasan Kesawan sedang mengalami perubahan akibat adanya penggunaan fungsi bisnis yang sebagian terpusat di Jalan Ahmad Yani (Kesawan) dan Jalan Balai Kota (Lapangan Merdeka), sehingga di masa mendatang akan menjadi daerah yang sangat berkembang. Kesawan merupakan kota lama yang memiliki ruang publik terletak di tengah–tengah kota Medan. Dahulu, Kesawan merupakan “kampungnya kota Medan” atau dengan kata lain kampung ini merupakan lapak utama berkembang-pesatnya kota Medan.
Bangunan yang ada di kawasan Kesawan saat ini terdiri dari bangunan lama bergaya Kolonial dan Tionghoa, gabungan antara bangunan lama dengan yang baru sampai bangunan masa kini. Bangunan lama tersebut sudah mulai berkurang akibat perubahan fungsi bentuk bangunan menjadi ruko oleh pemilik, sehingga kesan sejarah yang ada pada kawasan Kesawan memudar.
Rumah tinggal di kawasan Kesawan telah mengalami renovasi, dengan tetap berupaya mempertahankan bentuk aslinya. Bentuk asli dipertahankan sebagai bentuk kesadaran atau pemenuhan kenyamanan hunian, tidak ada penjelasan lebih lanjut. Kesadaran pelestarian tentang peninggalan sejarah tersebut mungkin masih sangat minim karena ada juga bangunan yang dibiarkan begitu saja dengan alasan tidak perlu renovasi. Sampai sekarang belum ada peraturan tentang batasan perubahan yang boleh dilakukan. Selain itu, bangunan belum ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya (BCB) sehingga menimbulkan kekhawatiran terjadinya perubahan karakteristik arsitektur aslinya. Berdasarkan permasalahan tersebut, menjadi penting untuk menguraikan karakteristik tipomorfologi arsitektur bangunan bersejarah di kawasan Kesawan.
Tipomorfologi rumah tinggal secara umum terlahir dari kebudayaan
bangsa Belanda, baik murni maupun yang sudah dipadukan dengan unsur lokal, dan
disesuaikan dengan lingkungan iklim tropis basah Indonesia. Arsitektur kolonial
modern disebut Gaya Indo-Eropa (Indo-European
Style). Gaya arsitektur tersebut merupakan perpaduan antara arsitektur
Eropa dan Indonesia
Karakter utama bangunan bergaya Indis pertengahan adalah ruang utama umumnya berpola simetris; adanya bangunan bukan inti (service), seperti dapur, kamar pembantu, kamar mandi pembantu yang dipisahkan di belakang (bijgebouwenen); halaman luas sekeliling bangunan; banyak bukaan dengan ukuran diperkecil; ornamen khas; bertingkat; serambi sekeliling bangunan untuk meredam panas matahari. Gambaran umum rumah tinggal tersebut tampak pada bagunan di sepanjang jalan Jend. Ahmad Yani atau lebih dikenal dengan kawasan Kesawan Medan.
Gaya Indis pertengahan adalah Indo-European Style, termasuk arsitektur
modern Eropa, yaitu arsitektur Neoclassical berupa pengulangan gaya
Yunani-Romawi kuno. Pengulangan
terjadi terutama pada penggunaan kolom atau order masa Yunani, sebagai struktur
sekaligus dekorasi, dengan denah bangunan sebagian besar simetris. Arsitektur
modern Eropa merupakan konsep arsitektur
baru setelah melewati masa revolusi
industri di Eropa (Inggris) pada abad ke-19
Rumah tinggal di kawasan
Kesawan diperkirakan didirikan antara tahun 1860-an sampai tahun
1995-an. Periodisasi perkembangan arsitektur kolonial di Hindia Belanda,
menurut Samuel Hartono dan Handinoto
Periode transisi sering
luput dari penglihatan
sejarawan arsitektur, bahkan sering
digolongkan sebagai arsitektur
kolonial modern. Pada umumnya arsitektur transisi ini
mempunyai bentuk denah yang hampir mirip dengan arsitektur Indische Empire. Ciri-ciri
seperti adanya teras depan (voor galerij)
dan teras belakang (achter galerij)
serta ruang utama (central room)
masih mendominasi denah-denah
arsitektur peralihan. Pada rumah-rumah yang berukuran besar, juga masih
terdapat bangunan samping yang sering disebut sebagai paviliun. Semangat
perubahan justru terletak pada kenampakan bangunan. Pada arsitektur transisi
ini sudah tidak tampak kolom-kolom
atau pilar dengan gaya Yunani atau Romawi (doric,
ionic, corinthian) pada voor galerij
atau achter galeri yang menjadi ciri
khas gaya Indische Empire
Kekhasan rumah tinggal di
kawasan Kesawan terlihat dari karakteristik tipologi
arsitektur bangunannya. Secara konsepsional tipologi sebagai satu konsep yang
mendeskripsikan kelompok objek atas dasar kesamaan karakter bentuk-bentuk dasar. Tipologi adalah
ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan tipe. Istilah
tipologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu typos
yang berarti jenis dan logos yang
berarti ungkapan atau pikiran
Tipologi arsitektur mengungkapkan jenis elemen yang dipakai dalam bidang arsitektur. Ilmu tipologi digunakan untuk memahami gagasan atau sifat mendasar sehingga mengenali persamaan dan perbedaan suatu fenomena. Tipologi merupakan pengelompokan yang terbentuk karena adanya pengulangan yang terjadi dalam satu komposisi. Karakteristik tipologi tersebut memiliki kesamaan karakter dalam bentuk dasar bangunan. Bangunan rumah tinggal di kawasan Kesawan memiliki kesamaan dalam bentuk denah dasar bangunan, yaitu bentuk persegi. Bahan dasar dan elemen bangunan juga ada yang sama, seperti bahan dinding tembok plesteran dan penutup atap genteng. Demikina juga dengan bahan penutup atap dari genting yang salah-satunya digunakan pada rumah Tjong A Fie.
Menurut Loeckx
Karakteristik tipomorfologi arsitektur rumah tinggal di kawasan Kesawan
dipengaruhi oleh keadaan geomorfologi dan geografi lahan pertanian/ perkebunan. Geomorfologi dan geografi terkait dengan bentuk
permukaan bumi, bentuk lahan atau bentang alam yang berpengaruh terhadap perilaku
dan tindakan manusianya. Bintarto (2014), mengungkapkan, bahwa ada hubungan timbal
balik antara manusia dengan lingkungan alamnya dalam sudut pandang keruangan
atau permukaan bumi. Kawasan Kesawan berada di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Sumatera
Utara. Sumatera utara, umumnya memiliki struktur dan batuan yang kompleks dan
telah beberapa kali mengalami proses tektonik karena merupakan pertemuan
lempeng Eurosia dan lempeng Australia sehingga menyebabkan terbentuknya
rangkaian jalur patahan, rekahan dan pelipatan disertai kegiatan vulkanik. Salah
satu kabupaten di Sumatera Utara yaitu Kabupaten Deli Serdang memiliki
topografi kontur dan iklim yang bervariasi dimana sebagian besar terletak
didaerah pantai Timur Sumatera Utara dan secara umum terletak di ketinggian
0-1000 m diatas permukaan laut
METODE
Metode yang digunakan pada
penelitan ini
adalah desk
research terhadap laporan hasil penelitian, berbagai sumber buku dan
jurnal. Menggunakan teori morfologi kawasan dan tipologi bangunan dari Andre
Loeckx dan Markus Zahnd, dimana dalam mengumpulkan data
primer dengan cara observasi (untuk
melihat fasade bangunan yang sekarang) dan data sekunder dengan pendekatan diakronik dan sinkronik (untuk melihat fasade bangunan yang dulu). Tetapi
dalam analisa data
nantinya, pada
data
sekunder
pendekatan sinkronik
hanya
sebagai
pelengkap dari pendekatan diakronik
Dalam mengumpulkan data primer dilakukan dengan cara survey langsung ke lokasi penelitian, mendokumentasikan (foto/ video) keseluruhan fasade bangunan pada saat sekarang secara frontal dan detail serta mencatat segala keterangan atau informasi yang dibutuhkan. Sedangkan dalam mengumpulkan data sekunder dengan cara mencari foto-foto atau gambar-gambar, peta-peta lama, dan informasi terkait fasade bangunan lama pada kawasan penelitian melalui website, dokumentasi pribadi, buku-buku lama, tulisan artikel, koran, Badan Warisan Sumatera (BWS), Peraturan Daerah (PERDA), Peraturan Walikota (PERWAL), dan sumber-sumber sejenis lainnya.
Kajian ini menggunakan desk research berupa studi literatur terhadap sumber data utama, yaitu laporan hasil penelitian dan sumber arsip museum Tjong A Fie Mansion. Kemudian, studi literatur dilakukan terhadap buku, artikel jurnal, serta sebagian data lapangan. Selain itu, digunakan sumber data hasil wawancara dengan informan atau narasumber.
Kriteria pemilihan
sampel berdasarkan keaslian bangunan lama seiring dengan pembangunan kawasan
Kesawan pada tahun 1860-an,
kemudian mengalami kebakaran yang menghancurkan sebagian bangunan, dan diperbaiki pada tahun 1916. Oleh karena
itu, seluruh
bangunan di kawasan Kesawan tersebut diperkirakan dibangun antara tahun 1860an sampai
dengan 1995
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanah Deli atau kota Medan saat ini merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki kawasan-kawasan dengan kekhasan tersendiri. Kekhasan inilah yang menjadi pembeda antara suatu kawasan dengan kawasan lainnya yang merupakan identitas sebuah kawasan.
Kekhasan suatu kawasan merupakan satu hal yang sangat amat penting dan perlu dijaga kelestariannya. Bagian kota yang sangat mudah untuk
dikenali adalah wajah bangunannya. Baik atau tidaknya citra sebuah kota dapat dilihat dari wajah bangunannya.
Keberadaan bangunan bersejarah dalam jumlah yang cukup banyak di
kota Medan yang berkaitan dengan era penanaman tembakau Deli di Sumatera Timur
tersebut dipelopori oleh J. Nienhuyis, Van Der Falk, dan Elliot. Keuntungan
besar yang diperoleh dari perkebunan ini maka pada tahun 1874 sudah dibuka 22
buah perkebunan, sehingga membuat pemerintah kolonial Belanda memindahkan
ibukota Residensi Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan pada tanggal 1 Maret
1887
Sarana pendukung yang dibangun oleh pemerintah kolonial antara
lain Kantor Pos Besar Medan yang didirikan pada tahun 1879 dan pada tahun itu
pula dibentuk perkumpulan orang Belanda Wittie
Societeit. Pada tahun 1881, Deli Mij
membuka perusahaan kereta api Deli
Spoorweg Maatschappij dan pada tahun 1886 membuka sarana telepon yang pada
tahun 1900 sudah memiliki 213 pelanggan. Mengingat kemajuan dagang yang
memerlukan perputaran uang, didirikan cabang The Chartered Bank pada tahun 1887 sedangkan gedung-gedung
perkapalan di Belawan dibangun pada tahun 1889. Pada tahun 1888 dibangun Medan
Hotel yang dahulu dikenal sebagai House
of Food, sebuah tempat kesukaan tuan-tuan kebun saat datang ke Medan. Hotel
ini juga menjadi pemasok bir dingin ke perkebunan-perkebunan yang ada di
sekitar kota Medan. Rumah sakit pertama yang dibangun adalah Eerste School voor Openbare Onderwijs
pada tahun 1888. Pada tahun 1898 dibangun sekolah untuk golongan bumi putera
bernama Eereste Inlandsche School der 2e
Klasse
Kawasan
Kesawan
Tanah
Deli merupakan sebuah kampung kecil yang berpenduduk 200 jiwa pada 1823, yang
kemudian menjelma menjadi kota Medan yang baru mulai dirintis dari tahun
1860-an oleh bangsa Belanda. Sejak pemerintahan Belanda menetap di pantai timur Sumatera,
Medan telah tumbuh dan berkembang menjadi pusat perdagangan penting bagi
tuan-tuan kebun yang mulai membuka perkebunan baru di pinggiran kota Medan pada
akhir abad ke-19. Perusahaan-perusahaan perkebunan membutuhkan tenaga kerja
untuk bisnis mereka. Untuk alasan itu, mereka merekrut tenaga kerja dari Jawa
dan China. Mengapa Jawa dan China? Karena tenaga kerja lokal jumlahnya
sangat sedikit dan etnis Melayu Deli bukan tipe pekerja yang tertarik menjadi
buruh perusahaan perkebunan.
Gambar 1. Kawasan Kesawan
(Sumber: Badan Warisan SUMATRA Heritage Trust, 1923)
Dengan bantuan perkebunan Belanda dan Pemerintah Hindia Belanda
yang menempatkan orang China sebagai golongan menengah, maka orang China dengan bantuan finansial dari perkumpulan
dagang di Penang dan Singapura dan Hongkong telah menguasai kedai dari
perkotaan sampai ke desa-desa, membuka toko-toko di kota-kota, membuat
sistem ijon kepada nelayan dan petani bumi putera, menjadi leverensir barang produksi
import dari Eropa dan Amerika seperti sepeda, kain dan mesin jahit.
Awalnya toko-toko yang dimiliki etnis China di kota Medan berada di kawasan Kesawan. Kesawan berasal dari kata “Kesawahan”, pergi ke sawah, atau orang belanda mengucapkannya
sebagai ”landelijk” (pedesaan). Mereka pindah dari Labuhan ke
Kesawan naik kereta lembu/kerbau, karena jalan penuh lumpur setinggi lutut.
Tuan-tuan besar Belanda selain menunggang kuda, ada pula yang ditandu oleh
orang-orang tangkapan Belanda melewati jalan darat yang memakan waktu 5 jam
dari Labuhan ke Medan
Di sepanjang daerah Kesawan dan sekitarnya pihak kolonial
Belanda, etnis China dan pribumi banyak membangun
bangunan-bangunan megah dengan gaya arsitektur khas eropa. Tata ruang kawasan
Kesawan menjadi daya tarik tersendiri di kota Medan saat awal pembangunannya
dan masih bertahan sampai saat ini. Inilah sebuah kota mahakarya tuan-tuan
kebun Tembakau Deli. Keunikan kawasan Kesawan tampak dari bangunan-bangunan
modern bergaya Eropa. Oleh sebab itu kota Medan pernah disebut “Paris
Van Sumatra”
Rumah Tjong
A Fie
Pada tahun 1899, dibangunlah sebuah rumah besar di kawasan
Kesawan. Rumah dengan luas bangunan 3700 m2 ini adalah milik Tjong A Fie,
seorang Mayor China, yang jabatannya disematkan oleh pemerintah Hindia-Belanda pada tanggal 4 September 1885
sepeninggal abangnya, Tjong Yong Hian. Rumah ini berarsitektur khas tradisional
China, Melayu dan Belanda. Bangunan ini memiliki
ukiran kayu yang indah dan memiliki dua patung singa yang terletak di kanan kiri depan gerbang masuk rumah Tjong A Fie. Pada tahun 1886, ia memindahkan imperium
bisnisnya ke Medan sebagai kota yang baru diproklamirkan menjadi ibukota
Sumatera Timur. Saat itu, Medan hanyalah sebuah kampung kecil yang berada di
antara Sungai Deli dan Sungai Babura. Tjong A Fie membangun rumahnya di kawasan Kesawan, bekas lahan persawahan penduduk setempat dan kemudian
berkembang menjadi pusat bisnis baru (Kutipan Liflet BPCB Aceh, 2016).
Gambar 2. Rumah Tjong A Fie
(Sumber: Badan Warisan SUMATRA Heritage Trust, 1906)
Rumah Tjong A Fie (Gambar 2), menjadi sentra bangunan, sesuai fungsinya sebagai rumah pejabat tertinggi kebun dalam produksi tembakau. Fungsi bangunan dahulu sebagai rumah tinggal, dan sejak tahun 2010 sesuai dengan SK Menteri NoPM.01/PW.007/MKP/2010 disematkan sebagai bangunan cagar budaya nasional oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Bentuk fisik tidak mengalami perubahan signifikan, hanya penggantian genting yang rusak dan pengecatan dinding secara berkala pada bangunan rumah.
Restoran
Tip Top
Salah satu fasilitas penunjang dalam mendukung kehidupan
orang Eropa adalah adanya restoran, hal ini berhubungan dengan kebutuhan dasar
manusia, yaitu makan dan minum. Bagi orang Belanda yang berada di negeri
koloni, seperti Hindia Belanda yang beriklim tropis, sangat berbeda sekali
dengan negeri asal mereka, tentu saja diperlukan adaptasi khusus, termasuk
dalam hal makan. Di sisi lain hal ini dapat menjadi peluang bisnis bagi
masyarakat China, yang pada masa itu cenderung menjadi pedagang. Kesempatan ini
yang kemudian dilihat dan dimanfaatkan oleh Jang Kie Yap, seorang turunan China
yang kemudian membuka restoran (lunchroom)
dengan nama Tip Top.
Dapat dikatakan restoran Tip Top merupakan bagian dari sejarah kuliner masa kolonial yang
ada di kawasan Kesawan, kota Medan. Sebelum nama Tip Top, restoran ini bernama Jang Kie, berdiri tahun 1929 di jalan
pandu. Lima tahun kemudian, tepatnya tahun 1934 restoran ini berpindah ke
daerah kesawan yang pada masa itu merupakan jalan protokol dan merupakan pusat
bisnis serta perkantoran. Setelah berpindah tempat, restoran ini berganti nama
menjadi Tip Top yang berarti prima
atau sempurna.
Gambar 3. Restoran Tip Top
(Sumber: Badan Warisan SUMATRA Heritage Trust, 1910)
Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942, nama Tip Top di ganti menjadi Jang Kie
kembali, karena nama Tip Top dianggap
sangat ke-Belanda-an oleh orang Jepang. Ketika masa penjajahan Jepan berahir,
dan Indonesia memasuki masa kemerdekaan, maka nama restoran ini dirubah kembali
menjadi Tip Top seperti sebelumnya
hingga saat ini
Gedung
London Sumatera
Gedung London Sumatera merupakan salah
satu gedung peninggalan kolonial Belanda di Medan yang masih terawat dan digunakan
hingga saat ini. Menjadi salah satu icon wisata yang ada di kawasan Kesawan, Medan. Berlokasi di tengah kota, tepatnya di Jalan Jend. Ahmad
Yani atau lebih akrab dikatakan Kesawan, gedung ini berada di sebelah Lapangan
Merdeka. Gedung London Sumatera atau biasa disebut gedung Lonsum
selesai dibangun tahun 1906. Gedung ini dibangun oleh David Harrison, pemilik
perkebunan karet Harrison dan Crossfield company (H&C) yang berpusat di kota London. Gedung Lonsum
dibangun dengan lima lantai dan secara keseluruhan gedung ini berwarna putih.
Bentuk gedung Lonsum bergaya rumah-rumah di London pada abad 18-19. Model
arsitekturnya pun dipengaruhi gaya Eropa seperti yang terlihat pada bentuk
jendela di sisi kiri dan sisi kanan. Sementara gaya arsitektur kolonial Belanda
terlihat dari bentuk jendela panjang
dan lebar di tambah tiang-tiang tangga besar di depan pintu masuk. Meskipun
dibangun pada masa 1906-an, fasilitas di gedung ini cukup mengagumkan.
Gambar 4. Gedung London Sumatera
(Sumber: Badan Warisan SUMATRA Heritage Trust, 1910
Gedung Lonsum tercatat sebagi gedung pertama di kota Medan yang menggunakan teknologi lift yang menjangkau lima lantai. Pada masa itu gedung Lonsum berfungsi sebagai kantor perdagangan dan perkebunan. Segera setelah Indonesia merdeka, kepemilikan Harrison dan Crossfield company beralih ke tangan Indonesia. Saat ini gedung London Sumatera masih digunakan sebagi gedung perkantoran dan berganti nama menjadi PT. PP London Sumatera. Karena lokasinya yang stategis berada di pusat kota, tidak jarang jika gedung Lonsum ini sering didatangi para wisatawan lokal maupun mancanegara yang penasaran dengan keberadaa dan peninggalannya.
Karakteristik Tipomorfologi Arsitektur Bangunan Pecinan
Kesawan
Tipomorfologi merupakan pendekatan untuk
mengungkapkan struktur fisik dan keruangan
serta gabungan dari studi morfologi dan tipologi. Studi morfologi
merupakan the science of form, adalah
science factor yang beragam dan
memengaruhi bentuk suatu permukiman. Sementara itu, tipologi arsitektur
merupakan satu konsep yang memilah satu kelompok objek berdasarkan kesamaan
sifat-sifat dasar
Tipomorfologi berdasarkan identitas tampak dalam wujud fisik, pembatas, jumlah ruang dalam, dan bahan bangunan yang digunakan. Secara wujud fisik, kelima bangunan memiliki denah persegi. Perbedaan yang tampak adalah material yang digunakan pada dinding bangunan dan bahan penutup atap serta luas bangunan. Bahan dinding bangunan terbuat dari tembok. plesteran dan batu, tembok plesteran saja, dan tembok plesteran dan bilik bambu. Kemudian, cenderung rumah tanpa pagar berdampingan dengan bangunan lain, baik rumah tinggal maupun pabrik. Selanjutnya, ruang dalam memiliki perbedaan dalam jumlah ruang, sesuai dengan perbedaan luas bangunan rumah secara keseluruhan. Tipomorfologi berdasarkan spasial bangunan menyangkut tata letak dalam ruang permukiman, orientasi keletakan bangunan, dan hierarki. Rumah Tjong A Fie menjadi sentra bangunan dalam tata letak ruang pemukiman, sedangkan rumah-rumah lainnya berada dalam emplasemen kawasan Kesawan.
Tipomorfologi berdasarkan struktur bangunan tampak bahwa bangunan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu atap (kepala bangunan), bukaan (pintu, jendela, ventilasi) dalam dinding rumah (badan bangunan), serta lantai dan fondasi (kaki bangunan). Sementara itu, tipologi berdasarkan fungsi adalah ada fungsi yang tidak berubah dari awal pendirian sampai sekarang sebagai rumah tinggal atau hunian. Ada fungsi yang berubah sebagai rumah tinggal di masa lalu dan menjadi kantor pemerintahan, bank toko, restoran dan museum di masa sekarang.
Pemetaan karakteristik tipomorfologi
kawasan permukiman Kesawan berdasarkan teori morfologi dan tipologi dari Andre Loeckx dan Markus Zahnd adalah sebagai berikut.
Blok Plan
Kawasan permukiman Kesawan tampak sudah terencana dengan baik, lahan terbagi menjadi dua bagian, yaitu lahan bangunan dan lahan untuk ruang terbuka. Rumah Tjong A Fie terletak berdampingan dengan bangunan rumah tinggal lainnya di sepanjang kawasan Kesawan. Fungsi bangunan cenderung digunakan sebagai rumah tinggal dan pertokoan. Kemudian, ruang terbuka berupa lapangan yang cukup luas, berada di ujung jalan Jend. Ahmad Yani, tepatnya pusat kota Medan atau Lapangan Merdeka (Merdeka Walk) saat ini.
Kondisi
Bangunan
Rumah tinggal kawasan Kesawan berdasarkan penampakan fisiknya, berada dalam tiga kondisi, yaitu baik, sedang, dan buruk. Kondisi baik ditampakkan oleh Rumah Tjong A Fie dan gedung London Sumatera dengan fondasi, dinding, dan atap tidak ada kerusakan. Yang termasuk katogori sedang adalah Restoran Tip Top, ditandai dengan sedikit kerusakan di bagian atap dan dinding bagian belakang. Yang termasuk kategori bangunan buruk adalah bangunan lama bekas gedung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera, ditunjukkan dengan kerusakan bagian atap dan tritisan, dinding, lantai, serta bagian ruang dalam.
Fasade rumah tinggal kawasan Kesawan tampak megah
dan kokoh, dengan
dinding tembok berplester di bagian at as dan batu kali di bawah. Bahan
material dan warna bukaan menginformasikan pendirian bangunan sangat terencana.
Kemudian, bahan penutup lantai sebagai elemen utama umumnya menggunakan ubin
abu-abu polos. Khusus penutup lantai rumah Tjong A Fie lebih beragam, yaitu
ubin merah marun motif segi enam, kuning polos dan merah, serta lantai semen. Sementara itu, rumah tinggal dan
bangunan lainnya ditutup ubin abu-abu motif segi enam dan ubin polos merah.
Luas
Bangunan
Bangunan rumah tinggal Tjong A Fie memiliki luas antara 3400 m² – 3700² m. Ruang dalam bangunan berjumlah antara 35 ruangan, dengan tata ruang dalam sebagaimana rumah hunian pejabat. Secara umum ruangan terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, dapur, WC, dan ruang serba guna. Garasi dibangun kemudian sebagai bangunan terpisah.
Ruang Terbuka dan Pepohonan
Rumah tinggal Tjong A Fie memiliki ruang terbuka berupa halaman dengan tanaman rendah sebagai hiasan dan pohon tinggi sebagai peneduh. Posisi pohon tinggi berada di tengah halaman, sisi-sisi sekeliling halaman dan bangunan. Tanaman rendah berada di antara pohon-pohon tinggi, di depan dan samping teras serta di setiap sudut dan sekeliling bangunan.
Halaman rumah mengelilingi bangunan atau
ada halaman depan, samping, dan belakang. Bentuk halaman cenderung mengikuti
bentuk rumahnya atau persegi, tetapi ada juga bentuk halamanan dengan taman
melingkar atau bulat. Halaman biasanya terbagi dua berdasarkan jenis tanaman yang sengaja ditanam,
ada halaman sebagai
taman dengan tanaman rendah
sebagai hiasan (berbunga atau
tidak berbunga). Ada juga halaman yang berfungsi sebagai kebun
buah-buahan, dapat terletak di samping atau di belakang rumah. Akan tetapi, ada
juga halaman yang berisi tanaman hias sekaligus kebun buah-buahan atau kekayuan
sebagai peneduh.
Sistem
Sirkulasi
Sistem sirkulasi dapat diinterpretasikan sebagai sistem sirkulasi udara dan sirkulasi akses keluar masuk bangunan. Sistem sirkulasi udara berkaitan dengan bukaan di badan bangunan (dinding) atau kepala bangunan (atap). Sirkulasi udara melalui bukaan di dinding (pintu, jendela, dan ventilasi) hampir memenuhi seluruh bagian dinding. Lubang sirkulasi udara tersebut juga berfungsi sebagai pencahayaan alami untuk ruang dalam di siang hari. Keadaan ini juga berpengaruh kepada penggunaan energi listrik. Lancarnya sirkulasi udara dan adanya pencahayaan alami merupakan cara hemat energi yang efektif. Penggunaan kipas dan lampu di siang hari menjadi hampir tidak diperlukan lagi.
Rumah nyaman dan sehat juga ditunjang oleh
sirkulasi (akses keluar masuk) jalan yang baik. Khusus untuk rumah pejabat yang
berdiri terpisah dan berjarak dengan bangunan
lainnya, rumah memiliki akses
keluar masuk yang
mudah dengan adanya
jalan khusus tersendiri. Hierarki jalan tampak dari lebar jalan dan
adanya lebih dari satu jalan keluar masuk. Jalan keluar masuk dapat dilalui
kendaraan roda empat, roda dua, dan ada jalan
khusus untuk pejalan kaki, menjadi
ukuran status sosial
tertentu penghuinya. Bagian selatan lahan halaman luas dan permukaan
lahan lebih tinggi dari lahan jalan raya. Pada bagian ini ada dua jalur jalan,
yaitu tangga bertingkat serta jalan aspal mendaki lebar dan melingkar.
Akses keluar masuk yang mudah dan
tersendiri menunjukkan hierarki dalam struktur perkebunan, dengan penghuni yang
menempati lapisan atas atau status sosial tinggi. Keadaan rumah pejabat ini
berbeda jika dibandingkan dengan rumah karyawan/pekerja yang tidak memiliki
jalan khusus dan lebar. Frekuensi atau kepadatan yang sangat rendah menujukkan
ruang terbuka luas dan jalan hanya diperuntukkan untuk satu rumah. Kondisi ini
menunjukkan penghuni rumah berstatus sosial tinggi, berasal dari golongan kelas
satu (Melayu, Eropa, China), dengan posisi pekerjaan sebagai pejabat tinggi.
Fungsi
Bangunan
Fungsi bangunan memengaruhi struktur bangunan, baik tata letaknya di ruang permukiman maupun wujud fisik dan tata ruang dalam bangunan. Rumah tinggal yang diperuntukkan pejabat tinggi perkebunan akan diletakkan sebagai sentra bangunan di tengah-tengah kawasan permukiman, misalnya rumah Tjong A Fie. Kemudian, rumah- rumah pejabat di bawahnya akan menjadi rumah satelit yang terletak di pinggir lahan emplasemen atau berdiri terpisah di lahan lain.
Wujud bangunan seperti struktur formal
vertikal, mengikuti morfologi tubuh
manusia. Struktur formal ada tiga bagian utama, yaitu kepala, badan, dan kaki.
Kepala adalah bagian atap, berfungsi melindungi seluruh badan (dinding) dan
kaki (fondasi dan lantai). Tata ruang dalam bangunan memiliki pola asimetris.
Rumah tinggal di kawasan Kesawan tampak
memakai konsep arsitektur khusus dan terencana dengan matang sehingga
kenyamanan, keamanan, keindahan, dan kemudahan tampak dalam wujud fisiknya.
Seni desain bentuk dan ragam hias serta teknik bangunan meliputi proses
perancangan, konstruksi, dekorasi, dan keindahan menjadi perhatian utama dalam
mendirikan rumah pejabat tinggi.
Gaya arsitektur rumah pejabat tinggi
bangunan juga memperhatikan gaya yang lagi terkenal (trend) pada zamannya. Tahun pendirian rumah tinggal kawasan Kesawan
pada awal abad ke-20 dan trend gaya arsitektur ketika itu adalah gaya
Indo-Eropa-China. Gaya Indo-Eropa-China tidak semata-mata langsung menggantikan
gaya Empire Style abad ke-19. Ada
masa peralihan atau transisi, sekitar akhir abad ke-19– awal abad ke-20 atau
tepatnya antara tahun 1890-1915 jika merujuk kepada periodisasi perkembangan
arsitektur di Hindia Belanda
Perencanaan bangunan telah ditentukan oleh
fungsinya sebagai rumah tinggal. Rumah tinggal pejabat tinggi ditata dan diatur
menyesuaikan dengan fungsinya, diperuntukkan bagi pejabat berstatus sosial tinggi.
Kemudian, ditentukan lahan pilihan, maka fungsi akan memilih siapa penghuni
rumah yang terletak di lahan khusus. Seperti yang diungkapakan oleh Ian Hodder
bahwa semua benda bekerja dalam tiga cara, yaitu melakukan analisis waktu,
analisis fungsi, dan analisis penataan objek.
KESIMPULAN
Bangunan kolonial di kawasan Kesawan memiliki tipomorfologi khas bangungan Belanda-China, mencakup bentuk fisik, tata letak, dan fungsi bangunan, dengan pertimbangan kondisi geomorfolgis dan geografis. Bentuk dan model bangunan tampak bergaya Eropa yang dipadu dengan unsur budaya China (tradisional China), termasuk gaya arsitektur peralihan dari abad ke-19 (Indische Empire Style) sampai dengan abad ke-20 (Indo-European Style) atau aristektur transisi. Bangunan memiliki denah persegi dengan fondasi masif; model bangunan satu lantai; dinding tebal dari tembok plesteran, batu alam; bukaan banyak berukuran besar; atap besar dengan penutup genteng dan seng, serta bentuk atap mengikuti bentuk arsitektur lokal yang berupa bentuk atap jolopong dan parahu kumereb, atau campuran keduanya. Karakteristik khas terutama tampak di tata letak dan bahan yang digunakan. Bangunan didirikan dengan arsitektur yang mengikuti zamannya, tampak terencana dengan baik karena fungsi bangunan, yaitu sebagai rumah tinggal pejabat tinggi perkebunan.
Letak bangunan berada di lahan datar, dan berjarak dari lahan jalan. Lahan rumah tinggal berada di kawasan Kesawan, tepatnya di Jl. Jend. Ahmad Yani, kota Medan, Sumatera Utara. Secara umum daerah Kesawan berupa lahan datar, yang berpengaruh kepada tipomorfologi bangunannya.
Fungsi bangunan sebagai rumah tinggal pejabat perkebunan zaman kolonial Belanda berpengaruh kepada karakteristik tipomorfologi arsitektur rumah tinggal. Demikian juga sebaliknya sehingga tampak adanya interaksi antara fungsi dan karakteristik tipomorfologi arsitektur bangunan. Selanjutnya, terjadi interaksi antara bentuk fisik dan penghuninya, yaitu masyarakat. Wujud fisik bangunan memiliki makna di dalamnya, yaitu menunjukkan struktur sosial dalam struktur kekuasaan masyarakat di kota Medan.
UCAPAN TERIMAKASIH
We sincerely send our gratitude to Mrs Mimi Wahyu Dharma, who is the granddaughter and manager of the Tjong A Fie Mansion Museum, for her support and cooperation in the research on Typomorphology of Chinatown Building Architecture in Kesawan Medan. Hopefully, this research can provide a fresh perspective on the study of cultural heritage in Indonesia.
We
also appreciate the management of The Tjong A Fie Memorial Institute, for the
time they have spent in discussing many things about Major Tjong A Fie and his
residence.
In this emotional atmosphere, we are also happy because today is a moment of gratitude and very much to be desired. Hopefully, there will be enough benefits from this paper for readers and can contribute to science, especially in the field of cultural heritage in Indonesia and even the world.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Taufik. 2009. Schools and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatra
(1927-1933). Equinox Publishing.
Buiskool,
Dirk A. 2009. “The Chinese Commercial Elite of Medan, 1890-1942: The Penang
Connection.” Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society
82 (2): 113–29.
Handinoto.
2009. “Daendels Dan Perkembangan Arsitektur Di Hindia Belanda Abad 19.” DIMENSI
(Journal of Architecture and Built Environment) 36 (1): 43.
Handinoto,
and Samuel Hartono. 2009. “Arsitektur Transisi Di Nusantara Dari Akhir Abad 20
(Studi Kasus Komplek Bangunan Militer Di Jawa Pada Peralihan Abad 19 Ke 20).” DIMENSI
(Journal of Architecture and Built Environment) 34 (2): 81–92.
Lobeck,
Armin Kohl. 1939. Geomorphology, an Introduction to the Study of Landscapes.
Vol. 551.4 L797. McGraw-Hill Book Company, inc.
Loeckx,
André. 2004. Urban Trialogues: Visions, Projects, Co-Productions.
Edited by André Loeckx. Vol. 21. Un-Habitat.
Moughtin,
Cliff, Taner Oc, and Steven Tiesdell. 1999. Urban Design: Ornament and
Decoration. Routledge.
Pane,
Iman, and Hajar Suwantoro. 2019. “The Study of Indisch Architecture
Development as an Effort in Preserving the Heritage of Colonial History in
Medan.” Budapest International Research and Critics Institute
(BIRCI-Journal), 207–14.
Rudiansyah.
2016. Tipologi Dan Makna Simbolis Rumah Tjong A Fie. Yogyakarta:
Estilisium.
Saussure,
Ferdinand. 1996. Saussure. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .
Sinar,
Tengku Lukman. 1976. “The Impact of Dutch Colonialism on the Malay Coastal
States on the East Coast of Sumatra during the Nineteenth Century.” Dutch-Indonesian
Historical Conference 19: 180.
Sulistijowati,
M. 1991. “Tipologi Arsitektur Pada Rumah Kolonial Surabaya (Dengan Kasus
Perumahan Plampitan Dan Sekitarnya).” Surabaya.
Zahnd,
Markus. 1999. Strategi Arsitektur Dan Perancangan Sistem Kota Secara
Terpadu, Teori Perancangan Kota Dan Penerapannya. Vol. 2. Yogyakarta:
Kanisius.