Togel Online Terlengkap dan Terpercaya 2022 online togel terlengkap kami menyediakan permainan online togel terbaik dan terpercaya di Indonesia.

Rekomendasi memilih situs online togel tebaik tahun 2021, menerima deposit menggunakan pulsa

TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR BANGUNAN PECINAN

DI KESAWAN MEDAN

 

TYPOMORPHOLOGY OF CHINATOWN BUILDING ARCHITECTURE

IN KESAWAN MEDAN

 

Rudiansyah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Jl. Universitas No.19 Kampus USU Medan, Sumatera Utara 20155

rudiansyah@usu.ac.id

 

Reception date : 12/04/2021

Last Revision: 10/11/2021

Acceptation date: 12/11/2021

Published: 25/11/2021

To Cite this article : Rudiansyah, Rudiansyah. 2021. “TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR BANGUNAN PECINAN DI KESAWAN MEDAN”. Berkala Arkeologi Sangkhakala 24 (2). Medan, Indonesia, 135-46. https://doi.org/10.24832/bas.v24i2.460.

©2021 Berkala Arkeologi Sangkhakala –This is an open access article under the CC BY-NC-SA license

 

Abstract

Most of the buildings in Kesawan-Medan still maintain the Dutch-Chinese architecture of the transitional period or the Transitional architecture, although the awareness to preserve this historical heritage is still low. Furthermore, there is no regulation limiting changes that may be made, yet it has not been designated as a Cultural Conservation Building. This situation raises fears of losing track of the original building. This paper intends to explain the typomorphological characteristics of the Chinatown building architecture in Kesawan-Medan. The method used is desk research on research reports, various sources of books, and journals. The theory used is the theory of area morphology and building typology from Andre Loeckx and Markus Zahnd. The general condition of the building has not lost its original form. Renovations were carried out within the limits of repainting, repairing damaged elements, and changing functions. Typomorphology is evident from the materials used and their layout. Building materials used are from the surrounding environment, such as bricks, tile roofs, and windows. The layout of the building is in the residential emplacement area of the city center, with a flat topography in the tropical wet climate of Indonesia.

 

Keywords: Typomorphology; Architecture; Chinatown; Dutch-China; Kesawan Medan.

 

Abstrak

Permukiman kesawan Medan sebagian besar masih mempertahankan arsitektur bangunan Belanda-China periode peralihan atau arsitektur Transisi, walaupun kesadaran pelestarian peninggalan bernilai sejarah masih minim. Belum ada peraturan batasan perubahan yang boleh dilakukan dan belum ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran akan kehilangan jejak bangunan aslinya. Tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan karakteristik tipomorfologi arsitektur bangunan pecinan di kesawan Medan. Metode yang digunakan adalah desk research terhadap laporan hasil penelitian, berbagai sumber buku dan jurnal. Menggunakan teori morfologi kawasan dan tipologi bangunan dari Andre Loeckx dan Markus Zahnd. Kondisi bangunan secara umum belum kehilangan bentuk aslinya. Renovasi dilakukan dalam batas pengecatan ulang, perbaikan elemen yang rusak, dan perubahan fungsi. Tipomorfologi khasnya tampak dari bahan yang digunakan dan tata letaknya. Bahan bangunan dari lingkungan sekitar, seperti bata, keramik atap genting dan jendela. Tata letak bangunan berada di kawasan emplasemen permukiman pusat kota, dengan topografi lahan datar dalam lingkungan iklim tropis basah Indonesia.

 

Kata kunci: Tipomorfologi; Arsitektur; Pecinan; Belanda-China; Kesawan Medan.

 


PENDAHULUAN

Karakteristik tipomorfologi arsitektur bangunan di kawasan Kesawan Medan memiliki kekhasan tersendiri sebagai bangunan kolonial. Selain tampak dari wujud fisik bangunan yang menunjukkan bangunan lama, yaitu zaman Belanda, catatan arsip juga melengkapi petunjuk tersebut dari sejarah pendiriannya. Daerah Kesawan telah berdiri pada akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1860-an.

Fungsi yang mendominasi dari kawasan ini adalah gabungan antara fungsi hunian, fungsi komersial dan perkantoran. Pada saat ini kawasan Kesawan sedang mengalami perubahan akibat adanya penggunaan fungsi bisnis yang sebagian terpusat di Jalan Ahmad Yani (Kesawan) dan Jalan Balai Kota (Lapangan Merdeka), sehingga di masa mendatang akan menjadi daerah yang sangat berkembang. Kesawan merupakan kota lama yang memiliki ruang publik terletak di tengah–tengah kota Medan. Dahulu, Kesawan merupakan “kampungnya kota Medan” atau dengan kata lain kampung ini merupakan lapak utama berkembang-pesatnya kota Medan.

Bangunan yang ada di kawasan Kesawan saat ini terdiri dari bangunan lama bergaya Kolonial dan Tionghoa, gabungan antara  bangunan lama dengan yang baru sampai bangunan masa kini. Bangunan lama tersebut sudah mulai berkurang akibat perubahan fungsi bentuk bangunan menjadi  ruko oleh pemilik, sehingga kesan sejarah yang ada pada kawasan Kesawan memudar.

Rumah tinggal di kawasan Kesawan telah mengalami renovasi, dengan tetap berupaya mempertahankan bentuk aslinya. Bentuk asli dipertahankan sebagai bentuk kesadaran atau pemenuhan kenyamanan hunian, tidak ada penjelasan lebih lanjut. Kesadaran pelestarian tentang peninggalan sejarah tersebut mungkin masih sangat minim karena ada juga bangunan yang dibiarkan begitu saja dengan alasan tidak perlu renovasi. Sampai sekarang belum ada peraturan tentang batasan perubahan yang boleh dilakukan. Selain itu, bangunan belum ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya (BCB) sehingga menimbulkan kekhawatiran terjadinya perubahan karakteristik arsitektur aslinya. Berdasarkan permasalahan tersebut, menjadi penting untuk menguraikan karakteristik tipomorfologi arsitektur bangunan bersejarah di kawasan Kesawan.

Tipomorfologi rumah tinggal secara umum terlahir dari kebudayaan bangsa Belanda, baik murni maupun yang sudah dipadukan dengan unsur lokal, dan disesuaikan dengan lingkungan iklim tropis basah Indonesia. Arsitektur kolonial modern disebut Gaya Indo-Eropa (Indo-European Style). Gaya arsitektur tersebut merupakan perpaduan antara arsitektur Eropa dan Indonesia (Handinoto 2009, 51). Gaya campuran antara unsur arsitektur Eropa dengan unsur lokal (tradisional Indonesia) juga disebut gaya Indis awal abad ke-20. Rumah tinggal di kawasan Kesawan dapat digolongkan dalam gaya Indis Pertengahan.

Karakter utama bangunan bergaya Indis pertengahan adalah ruang utama umumnya berpola simetris; adanya bangunan bukan inti (service), seperti dapur, kamar pembantu, kamar mandi pembantu yang dipisahkan di belakang (bijgebouwenen); halaman luas sekeliling bangunan; banyak bukaan dengan ukuran diperkecil; ornamen khas; bertingkat; serambi sekeliling bangunan untuk meredam panas  matahari. Gambaran umum rumah tinggal  tersebut  tampak  pada bagunan di sepanjang jalan Jend. Ahmad Yani atau lebih dikenal dengan kawasan Kesawan Medan.

Gaya Indis pertengahan adalah Indo-European Style, termasuk arsitektur modern Eropa, yaitu  arsitektur Neoclassical berupa pengulangan gaya Yunani-Romawi kuno. Pengulangan terjadi terutama pada penggunaan kolom atau order masa Yunani, sebagai struktur sekaligus dekorasi, dengan denah bangunan sebagian besar simetris. Arsitektur modern Eropa merupakan  konsep arsitektur baru setelah melewati  masa revolusi industri di Eropa (Inggris) pada abad ke-19 (Handinoto 2009, 43). Arsitektur modern Eropa yang beradaptasi dengan lingkungan setempat tampak memperlihatkan unsur arsitektur lokal dalam elemen bangunan, bahan, dan gaya/bentuk bangunannya. Gambaran umum arsitektur modern Eropa ini sebagian tampak pada rumah tinggal di kawasan Kesawan (Sinar 1976).

Rumah tinggal di kawasan Kesawan diperkirakan didirikan antara tahun 1860-an sampai tahun 1995-an. Periodisasi perkembangan arsitektur kolonial di Hindia Belanda, menurut Samuel Hartono dan Handinoto (2009, 89) adalah (1) Abad ke-18 dan 19 digolongkan gaya Indische Empire; (2) Akhir abad ke-19–awal abad ke-20 (1890-1915) adalah gaya arsitektur transisi; (3) Awal abad ke-20 setelah tahun 1915–berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda adalah  gaya Indo-European atau arsitektur kolonial modern atau Hindia Baru.

Periode  transisi  sering  luput  dari  penglihatan  sejarawan  arsitektur,  bahkan sering  digolongkan  sebagai  arsitektur  kolonial  modern.  Pada umumnya arsitektur transisi ini mempunyai bentuk denah yang hampir mirip dengan arsitektur Indische Empire. Ciri-ciri seperti adanya teras depan (voor galerij) dan teras belakang (achter galerij) serta ruang utama (central room) masih mendominasi denah-denah arsitektur peralihan. Pada rumah-rumah yang berukuran besar, juga masih terdapat bangunan samping yang sering disebut sebagai paviliun. Semangat perubahan justru terletak pada kenampakan bangunan. Pada arsitektur transisi ini sudah tidak tampak kolom-kolom atau pilar dengan gaya Yunani atau Romawi (doric, ionic, corinthian) pada voor galerij atau achter galeri yang menjadi ciri khas gaya Indische Empire  (Handinoto and Hartono 2009, 83).

Kekhasan rumah tinggal di kawasan Kesawan terlihat dari karakteristik tipologi arsitektur bangunannya. Secara konsepsional tipologi sebagai satu konsep yang mendeskripsikan kelompok objek atas dasar kesamaan karakter bentuk-bentuk dasar. Tipologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan tipe. Istilah tipologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu typos yang berarti jenis dan logos yang berarti ungkapan atau pikiran (Rudiansyah 2016, 38).

Tipologi arsitektur mengungkapkan jenis elemen yang dipakai dalam bidang arsitektur. Ilmu tipologi digunakan untuk memahami gagasan atau sifat mendasar sehingga mengenali persamaan dan perbedaan suatu fenomena. Tipologi merupakan pengelompokan yang terbentuk karena adanya pengulangan yang terjadi dalam satu komposisi. Karakteristik tipologi tersebut memiliki kesamaan karakter dalam bentuk dasar bangunan. Bangunan rumah tinggal di kawasan Kesawan memiliki kesamaan dalam bentuk denah dasar bangunan, yaitu bentuk persegi. Bahan dasar dan elemen bangunan juga ada yang sama, seperti bahan dinding tembok plesteran dan penutup atap genteng. Demikina juga dengan bahan penutup atap dari genting yang salah-satunya digunakan pada rumah Tjong A Fie.

Menurut Loeckx (2004, 21:34), studi morfologi merupakan pertalian struktural antara tipe-tipe peraturan dari koneksi, interelasi, posisi, pendimensian, pemungsian, serta mengatur jalinan dari tipe yang berbeda, seperti jaringan organisasi. Tipomorfologi merupakan pendekatan untuk mengungkapkan struktur fisik dan keruangan, merupakan gabungan studi morfologi dan tipologi. Studi morfologi merupakan science factor yang beragam dan memengaruhi bentuk permukiman. Kemudian, menurut Markus Zahnd, ada  delapan  aspek  dalam  membaca  morfologi kawasan hunian dengan pemetaan tipologi bangunan, yaitu sebagai berikut. (1) Blok Plan: bangunan dibagi dua bagian, massa bangunan dan ruang terbuka; (2) Nolli Plan: ada dua bagian bangunan, yaitu massa bangunan privat/semiprivat dan ruang terbuka serta massa yang digunakan secara publik/semipublik; (3) Lantai bangunan: jumlah lantai bangunan; (4) Kondisi bangunan: baik, sedang, buruk; (5) Luas bangunan: status sosial dan bentuk denah; (6) Ruang terbuka dan pepohonan: ruang terbuka, posisi pohon; (7) Sistem sirkulasi: hierarki  jalan dapat dilalui mobil, motor, sepeda, pejalan kaki; (8) Fungsi bangunan: hunian atau bangunan dengan fungsi berubah (Zahnd 1999).

Karakteristik tipomorfologi arsitektur rumah tinggal di kawasan Kesawan dipengaruhi oleh keadaan geomorfologi dan geografi lahan pertanian/ perkebunan. Geomorfologi dan geografi terkait dengan bentuk permukaan bumi, bentuk lahan atau bentang alam yang berpengaruh terhadap perilaku dan tindakan manusianya. Bintarto (2014), mengungkapkan, bahwa ada hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan alamnya dalam sudut pandang keruangan atau permukaan bumi. Kawasan Kesawan berada di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Sumatera Utara. Sumatera utara, umumnya memiliki struktur dan batuan yang kompleks dan telah beberapa kali mengalami proses tektonik karena merupakan pertemuan lempeng Eurosia dan lempeng Australia sehingga menyebabkan terbentuknya rangkaian jalur patahan, rekahan dan pelipatan disertai kegiatan vulkanik. Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yaitu Kabupaten Deli Serdang memiliki topografi kontur dan iklim yang bervariasi dimana sebagian besar terletak didaerah pantai Timur Sumatera Utara dan secara umum terletak di ketinggian 0-1000 m diatas permukaan laut (Lobeck 1939, 551.4 L797:56).

 

METODE

Metode yang digunakan pada penelitan ini adalah desk research terhadap laporan hasil penelitian, berbagai sumber buku dan jurnal. Menggunakan teori morfologi kawasan dan tipologi bangunan dari Andre Loeckx dan Markus Zahnd, dimana dalam mengumpulkan data primer dengan cara observasi (untuk melihat fasade bangunan yang sekarang) dan data sekunder dengan pendekatan diakronik dan sinkronik (untuk melihat fasade bangunan yang dulu). Tetapi dalam analisa data nantinya, pada data sekunder  pendekatan  sinkronik  hanya  sebagai pelengkap dari pendekatan diakronik (Saussure 1996). Lokasi penelitian berada pada koridor Jalan Jenderal Ahmad Yani, Medan. Objek penelitiannya adalah keseluruhan fasade bangunan yang menghadap muka jalan pada lokasi penelitian.

Dalam mengumpulkan data primer dilakukan dengan cara survey langsung ke lokasi penelitian, mendokumentasikan (foto/ video) keseluruhan fasade bangunan pada saat sekarang secara frontal dan detail serta mencatat segala keterangan atau informasi yang dibutuhkan. Sedangkan dalam mengumpulkan data sekunder dengan cara mencari foto-foto atau gambar-gambar, peta-peta lama, dan informasi terkait fasade bangunan lama pada kawasan penelitian melalui website, dokumentasi pribadi, buku-buku lama, tulisan artikel, koran, Badan Warisan Sumatera (BWS), Peraturan Daerah (PERDA), Peraturan Walikota (PERWAL), dan sumber-sumber sejenis lainnya.

Kajian ini menggunakan desk research berupa studi literatur terhadap sumber data utama, yaitu laporan hasil penelitian dan sumber arsip museum Tjong A Fie Mansion. Kemudian, studi literatur dilakukan terhadap buku, artikel jurnal, serta sebagian data lapangan. Selain itu, digunakan sumber data hasil wawancara dengan informan atau narasumber.

Kriteria pemilihan sampel berdasarkan keaslian bangunan lama seiring dengan pembangunan kawasan Kesawan pada tahun 1860-an, kemudian mengalami kebakaran yang menghancurkan sebagian bangunan, dan diperbaiki pada tahun 1916. Oleh karena itu, seluruh bangunan di kawasan Kesawan tersebut diperkirakan dibangun antara tahun 1860an sampai dengan 1995 (Buiskool 2009, 73).

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanah Deli atau kota Medan saat ini merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki kawasan-kawasan dengan kekhasan tersendiri. Kekhasan inilah yang menjadi pembeda antara suatu kawasan dengan  kawasan  lainnya yang  merupakan  identitas  sebuah kawasan.

Kekhasan suatu kawasan merupakan satu hal yang sangat amat penting dan perlu dijaga kelestariannya. Bagian kota yang sangat mudah untuk dikenali adalah wajah bangunannya. Baik atau tidaknya citra sebuah kota dapat dilihat dari wajah bangunannya. (Jacobs dalam Moughtin and Tiesdell 1999, 166). Berhubungan dengan penyataan tersebut, maka salah satu hal yang sangat penting dalam melestarikan dan membentuk identitas suatu kawasan adalah nilai desain fasade bangunannya. Keunikan atau kekhasan pada suatu kawasan terbentuk akibat mengikuti perkembangan yang ada atau memperkuat apa yang sudah dimiliki yaitu berupa suatu peninggalan. Salah satu peninggalan yang dapat memperkuat identitas suatu kawasan adalah bangunan-bangunan  bersejarahnya. Visual fasade sekelompok bangunan pada suatu kawasan bersejarah menjadi sangat berarti untuk menjaga identitas kawasan bersejarah tersebut.

Keberadaan bangunan bersejarah dalam jumlah yang cukup banyak di kota Medan yang berkaitan dengan era penanaman tembakau Deli di Sumatera Timur tersebut dipelopori oleh J. Nienhuyis, Van Der Falk, dan Elliot. Keuntungan besar yang diperoleh dari perkebunan ini maka pada tahun 1874 sudah dibuka 22 buah perkebunan, sehingga membuat pemerintah kolonial Belanda memindahkan ibukota Residensi Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan pada tanggal 1 Maret 1887 (Sinar 1976). Pada saat itulah, pembangunan infrastruktur dimulai dan arsitektur Eropa mulai mengisi wajah kota Medan di mana, dapat dikatakan, pada saat itu sebagian besar kota Medan terdiri atas rawa-rawa dan transportasi antar-kota dilakukan melalui sungai. Arsitektur yang diperkenalkan mulai dari arsitektur klasik sampai arsitektur art deco yang dalam aplikasinya berusaha bersahabat dengan alam tropis.

Sarana pendukung yang dibangun oleh pemerintah kolonial antara lain Kantor Pos Besar Medan yang didirikan pada tahun 1879 dan pada tahun itu pula dibentuk perkumpulan orang Belanda Wittie Societeit. Pada tahun 1881, Deli Mij membuka perusahaan kereta api Deli Spoorweg Maatschappij dan pada tahun 1886 membuka sarana telepon yang pada tahun 1900 sudah memiliki 213 pelanggan. Mengingat kemajuan dagang yang memerlukan perputaran uang, didirikan cabang The Chartered Bank pada tahun 1887 sedangkan gedung-gedung perkapalan di Belawan dibangun pada tahun 1889. Pada tahun 1888 dibangun Medan Hotel yang dahulu dikenal sebagai House of Food, sebuah tempat kesukaan tuan-tuan kebun saat datang ke Medan. Hotel ini juga menjadi pemasok bir dingin ke perkebunan-perkebunan yang ada di sekitar kota Medan. Rumah sakit pertama yang dibangun adalah Eerste School voor Openbare Onderwijs pada tahun 1888. Pada tahun 1898 dibangun sekolah untuk golongan bumi putera bernama Eereste Inlandsche School der 2e Klasse (Sinar 1976).

 

Kawasan Kesawan

Tanah Deli merupakan sebuah kampung kecil yang berpenduduk 200 jiwa pada 1823, yang kemudian menjelma menjadi kota Medan yang baru mulai dirintis dari tahun 1860-an oleh bangsa Belanda. Sejak pemerintahan Belanda menetap di pantai timur Sumatera, Medan telah tumbuh dan berkembang menjadi pusat perdagangan penting bagi tuan-tuan kebun yang mulai membuka perkebunan baru di pinggiran kota Medan pada akhir abad ke-19. Perusahaan-perusahaan perkebunan membutuhkan tenaga kerja untuk bisnis mereka. Untuk alasan itu, mereka merekrut tenaga kerja dari Jawa dan China. Mengapa Jawa dan China? Karena tenaga kerja lokal jumlahnya sangat sedikit dan etnis Melayu Deli bukan tipe pekerja yang tertarik menjadi buruh perusahaan perkebunan.


 

Gambar 1. Kawasan Kesawan

(Sumber: Badan Warisan SUMATRA Heritage Trust, 1923)


Dengan bantuan perkebunan Belanda dan Pemerintah Hindia Belanda yang menempatkan orang China sebagai golongan menengah, maka orang China dengan bantuan finansial dari perkumpulan dagang di Penang dan Singapura dan Hongkong telah menguasai kedai dari perkotaan sampai ke desa-desa, membuka toko-toko di kota-kota, membuat sistem ijon kepada nelayan dan petani bumi putera, menjadi leverensir barang produksi import dari Eropa dan Amerika seperti sepeda, kain dan mesin jahit. Awalnya toko-toko yang dimiliki etnis China di kota Medan berada di kawasan Kesawan. Kesawan berasal dari kata “Kesawahan”, pergi ke sawah, atau orang belanda mengucapkannya sebagai ”landelijk” (pedesaan). Mereka pindah dari Labuhan ke Kesawan naik kereta lembu/kerbau, karena jalan penuh lumpur setinggi lutut. Tuan-tuan besar Belanda selain menunggang kuda, ada pula yang ditandu oleh orang-orang tangkapan Belanda melewati jalan darat yang memakan waktu 5 jam dari Labuhan ke Medan (Sinar 1976).

Di sepanjang daerah Kesawan dan sekitarnya pihak kolonial Belanda, etnis China dan pribumi banyak membangun bangunan-bangunan megah dengan gaya arsitektur khas eropa. Tata ruang kawasan Kesawan menjadi daya tarik tersendiri di kota Medan saat awal pembangunannya dan masih bertahan sampai saat ini. Inilah sebuah kota mahakarya tuan-tuan kebun Tembakau Deli. Keunikan kawasan Kesawan tampak dari bangunan-bangunan modern bergaya Eropa. Oleh sebab itu kota Medan pernah disebut Paris Van Sumatra” (Abdullah 2009).

 

Rumah Tjong A Fie

Pada tahun 1899, dibangunlah sebuah rumah besar di kawasan Kesawan. Rumah dengan luas bangunan 3700 m2 ini adalah milik Tjong A Fie, seorang Mayor China, yang jabatannya disematkan oleh pemerintah Hindia-Belanda pada tanggal 4 September 1885 sepeninggal abangnya, Tjong Yong Hian. Rumah ini berarsitektur khas tradisional China, Melayu dan Belanda. Bangunan ini memiliki ukiran kayu yang indah dan memiliki dua patung singa yang terletak di kanan kiri depan gerbang masuk rumah Tjong A Fie. Pada tahun 1886, ia memindahkan imperium bisnisnya ke Medan sebagai kota yang baru diproklamirkan menjadi ibukota Sumatera Timur. Saat itu, Medan hanyalah sebuah kampung kecil yang berada di antara Sungai Deli dan Sungai Babura. Tjong A Fie membangun rumahnya di kawasan Kesawan, bekas lahan persawahan penduduk setempat dan kemudian berkembang menjadi pusat bisnis baru (Kutipan Liflet BPCB Aceh, 2016).


 

Gambar 2. Rumah Tjong A Fie

(Sumber: Badan Warisan SUMATRA Heritage Trust, 1906)


Rumah Tjong A Fie (Gambar 2), menjadi sentra bangunan, sesuai fungsinya sebagai rumah pejabat tertinggi kebun dalam produksi tembakau. Fungsi bangunan dahulu sebagai rumah tinggal, dan sejak tahun 2010 sesuai dengan SK Menteri NoPM.01/PW.007/MKP/2010 disematkan sebagai bangunan cagar budaya nasional oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Bentuk fisik tidak mengalami perubahan signifikan, hanya penggantian genting yang rusak dan pengecatan dinding secara berkala pada bangunan rumah.

 

Restoran Tip Top

Salah satu fasilitas penunjang dalam mendukung kehidupan orang Eropa adalah adanya restoran, hal ini berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia, yaitu makan dan minum. Bagi orang Belanda yang berada di negeri koloni, seperti Hindia Belanda yang beriklim tropis, sangat berbeda sekali dengan negeri asal mereka, tentu saja diperlukan adaptasi khusus, termasuk dalam hal makan. Di sisi lain hal ini dapat menjadi peluang bisnis bagi masyarakat China, yang pada masa itu cenderung menjadi pedagang. Kesempatan ini yang kemudian dilihat dan dimanfaatkan oleh Jang Kie Yap, seorang turunan China yang kemudian membuka restoran (lunchroom) dengan nama Tip Top.

Dapat dikatakan restoran Tip Top merupakan bagian dari sejarah kuliner masa kolonial yang ada di kawasan Kesawan, kota Medan. Sebelum nama Tip Top, restoran ini bernama Jang Kie, berdiri tahun 1929 di jalan pandu. Lima tahun kemudian, tepatnya tahun 1934 restoran ini berpindah ke daerah kesawan yang pada masa itu merupakan jalan protokol dan merupakan pusat bisnis serta perkantoran. Setelah berpindah tempat, restoran ini berganti nama menjadi Tip Top yang berarti prima atau sempurna.


 

Gambar 3. Restoran Tip Top

(Sumber: Badan Warisan SUMATRA Heritage Trust, 1910)

 


Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942, nama Tip Top di ganti menjadi Jang Kie kembali, karena nama Tip Top dianggap sangat ke-Belanda-an oleh orang Jepang. Ketika masa penjajahan Jepan berahir, dan Indonesia memasuki masa kemerdekaan, maka nama restoran ini dirubah kembali menjadi Tip Top seperti sebelumnya hingga saat ini (Pane and Suwantoro 2019, 211).

Gedung London Sumatera

Gedung London Sumatera merupakan salah satu gedung peninggalan kolonial Belanda di Medan yang masih terawat dan digunakan hingga saat ini. Menjadi salah satu icon wisata yang ada di kawasan Kesawan, Medan. Berlokasi di tengah kota, tepatnya di Jalan Jend. Ahmad Yani atau lebih akrab dikatakan Kesawan, gedung ini berada di sebelah Lapangan Merdeka. Gedung London Sumatera atau biasa disebut gedung Lonsum selesai dibangun tahun 1906. Gedung ini dibangun oleh David Harrison, pemilik perkebunan karet Harrison dan Crossfield company (H&C) yang berpusat di kota London. Gedung Lonsum dibangun dengan lima lantai dan secara keseluruhan gedung ini berwarna putih. Bentuk gedung Lonsum bergaya rumah-rumah di London pada abad 18-19. Model arsitekturnya pun dipengaruhi gaya Eropa seperti yang terlihat pada bentuk jendela di sisi kiri dan sisi kanan. Sementara gaya arsitektur kolonial Belanda terlihat dari bentuk jendela panjang dan lebar di tambah tiang-tiang tangga besar di depan pintu masuk. Meskipun dibangun pada masa 1906-an, fasilitas di gedung ini cukup mengagumkan.


 

Gambar 4. Gedung London Sumatera

(Sumber: Badan Warisan SUMATRA Heritage Trust, 1910

 


Gedung Lonsum tercatat sebagi gedung pertama di kota Medan yang menggunakan teknologi lift yang menjangkau lima lantai. Pada masa itu gedung Lonsum berfungsi sebagai kantor perdagangan dan perkebunan. Segera setelah Indonesia merdeka, kepemilikan Harrison dan Crossfield company beralih ke tangan Indonesia. Saat ini gedung London Sumatera masih digunakan sebagi gedung perkantoran dan berganti nama menjadi PT. PP London Sumatera. Karena lokasinya yang stategis berada di pusat kota, tidak jarang jika gedung Lonsum ini sering didatangi para wisatawan lokal maupun mancanegara yang penasaran dengan keberadaa dan peninggalannya.

Karakteristik Tipomorfologi Arsitektur Bangunan Pecinan Kesawan

Tipomorfologi merupakan pendekatan untuk mengungkapkan struktur fisik dan keruangan  serta gabungan dari studi morfologi dan tipologi. Studi morfologi merupakan the science of form, adalah science factor yang beragam dan memengaruhi bentuk suatu permukiman. Sementara itu, tipologi arsitektur merupakan satu konsep yang memilah satu kelompok objek berdasarkan kesamaan sifat-sifat dasar (Sulistijowati 1991). Kesamaan sifat-sifat dasar berdasarkan (1) identitas, (2) spasial, (3) bentuk atap, dinding/bukaan, lantai, dan (4) fungsi bangunan.

Tipomorfologi berdasarkan identitas tampak dalam wujud fisik,  pembatas,  jumlah  ruang  dalam,  dan  bahan  bangunan  yang  digunakan.  Secara wujud fisik, kelima bangunan memiliki denah persegi. Perbedaan yang tampak adalah material yang digunakan pada dinding bangunan dan bahan penutup atap serta luas bangunan. Bahan dinding bangunan terbuat dari tembok. plesteran dan batu, tembok plesteran saja, dan tembok plesteran dan bilik bambu. Kemudian, cenderung rumah tanpa pagar  berdampingan dengan bangunan lain, baik rumah tinggal maupun pabrik. Selanjutnya, ruang dalam memiliki perbedaan dalam jumlah ruang, sesuai dengan perbedaan luas bangunan rumah secara keseluruhan. Tipomorfologi berdasarkan spasial bangunan menyangkut tata letak dalam ruang permukiman, orientasi keletakan bangunan, dan hierarki. Rumah Tjong A Fie menjadi sentra bangunan dalam tata letak ruang pemukiman, sedangkan rumah-rumah lainnya berada dalam emplasemen kawasan Kesawan.

Tipomorfologi berdasarkan struktur bangunan tampak bahwa bangunan terbagi menjadi tiga  bagian,  yaitu  atap  (kepala  bangunan), bukaan (pintu, jendela, ventilasi) dalam dinding rumah (badan bangunan), serta lantai dan fondasi (kaki bangunan). Sementara itu, tipologi berdasarkan  fungsi adalah ada fungsi yang tidak berubah dari awal pendirian sampai sekarang sebagai rumah tinggal atau hunian. Ada fungsi yang berubah sebagai rumah tinggal di masa lalu dan menjadi kantor pemerintahan, bank toko, restoran dan museum di masa sekarang.

Pemetaan karakteristik tipomorfologi kawasan permukiman Kesawan berdasarkan teori morfologi dan tipologi dari Andre Loeckx dan Markus Zahnd adalah sebagai berikut.

Blok Plan

Kawasan permukiman Kesawan tampak sudah terencana dengan baik, lahan terbagi menjadi dua bagian, yaitu lahan bangunan dan lahan untuk ruang terbuka. Rumah Tjong A Fie terletak berdampingan dengan bangunan rumah tinggal lainnya di sepanjang kawasan Kesawan. Fungsi bangunan cenderung digunakan sebagai rumah tinggal dan pertokoan. Kemudian, ruang terbuka berupa lapangan yang cukup luas, berada di ujung jalan Jend. Ahmad Yani, tepatnya pusat kota Medan atau Lapangan Merdeka (Merdeka Walk) saat ini.

Kondisi Bangunan

Rumah tinggal kawasan Kesawan berdasarkan penampakan fisiknya, berada dalam tiga kondisi, yaitu baik, sedang, dan buruk. Kondisi baik ditampakkan oleh Rumah Tjong A Fie dan gedung London Sumatera dengan fondasi, dinding, dan atap tidak ada kerusakan. Yang termasuk katogori sedang adalah Restoran Tip Top, ditandai dengan sedikit kerusakan di bagian atap dan dinding bagian belakang. Yang termasuk kategori bangunan buruk adalah bangunan lama bekas gedung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera, ditunjukkan dengan kerusakan bagian atap dan tritisan, dinding, lantai, serta bagian ruang dalam.

Fasade rumah  tinggal kawasan Kesawan tampak  megah  dan  kokoh,  dengan  dinding tembok berplester di bagian at as dan batu kali di bawah. Bahan material dan warna bukaan menginformasikan pendirian bangunan sangat terencana. Kemudian, bahan penutup lantai sebagai elemen utama umumnya menggunakan ubin abu-abu polos. Khusus penutup lantai rumah Tjong A Fie lebih beragam, yaitu ubin merah marun motif segi enam, kuning polos dan merah, serta lantai  semen. Sementara itu, rumah tinggal dan bangunan lainnya ditutup ubin abu-abu motif segi enam dan ubin polos merah.

Luas Bangunan

Bangunan rumah tinggal Tjong A Fie memiliki luas antara 3400 m² – 3700² m. Ruang dalam bangunan berjumlah antara 35 ruangan, dengan tata ruang dalam sebagaimana rumah hunian pejabat. Secara umum ruangan terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, dapur, WC, dan ruang serba guna. Garasi dibangun kemudian sebagai bangunan terpisah.

Ruang Terbuka dan Pepohonan

 Rumah tinggal Tjong A Fie memiliki ruang terbuka berupa halaman dengan tanaman rendah sebagai hiasan dan pohon tinggi sebagai peneduh. Posisi pohon tinggi berada di tengah halaman, sisi-sisi sekeliling halaman dan bangunan. Tanaman rendah berada di antara pohon-pohon tinggi, di depan dan samping teras serta di setiap sudut dan sekeliling bangunan.

Halaman rumah mengelilingi bangunan atau ada halaman depan, samping, dan belakang. Bentuk halaman cenderung mengikuti bentuk rumahnya atau persegi, tetapi ada juga bentuk halamanan dengan taman melingkar atau bulat. Halaman biasanya terbagi dua berdasarkan  jenis tanaman yang sengaja  ditanam,  ada  halaman  sebagai  taman dengan  tanaman  rendah  sebagai  hiasan (berbunga atau tidak  berbunga). Ada  juga halaman yang berfungsi sebagai kebun buah-buahan, dapat terletak di samping atau di belakang rumah. Akan tetapi, ada juga halaman yang berisi tanaman hias sekaligus kebun buah-buahan atau kekayuan sebagai peneduh.

Sistem Sirkulasi

Sistem sirkulasi dapat diinterpretasikan sebagai sistem sirkulasi udara dan sirkulasi akses keluar masuk bangunan. Sistem sirkulasi udara berkaitan dengan bukaan di badan bangunan (dinding) atau kepala bangunan (atap). Sirkulasi udara melalui bukaan di dinding (pintu, jendela, dan ventilasi) hampir memenuhi seluruh bagian dinding. Lubang sirkulasi udara tersebut juga berfungsi sebagai pencahayaan alami untuk ruang dalam di siang hari. Keadaan ini juga berpengaruh kepada penggunaan energi listrik. Lancarnya sirkulasi udara dan adanya pencahayaan alami merupakan cara hemat energi yang efektif. Penggunaan kipas dan lampu di siang hari menjadi hampir tidak diperlukan lagi.

Rumah nyaman dan sehat juga ditunjang oleh sirkulasi (akses keluar masuk) jalan yang baik. Khusus untuk rumah pejabat yang berdiri terpisah dan berjarak dengan bangunan  lainnya,  rumah memiliki  akses  keluar  masuk  yang  mudah  dengan  adanya  jalan khusus tersendiri. Hierarki jalan tampak dari lebar jalan dan adanya lebih dari satu jalan keluar masuk. Jalan keluar masuk dapat dilalui kendaraan roda empat, roda dua, dan ada jalan   khusus untuk pejalan kaki, menjadi   ukuran   status   sosial   tertentu penghuinya. Bagian selatan lahan halaman luas dan permukaan lahan lebih tinggi dari lahan jalan raya. Pada bagian ini ada dua jalur jalan, yaitu tangga bertingkat serta jalan aspal mendaki lebar dan melingkar.

Akses keluar masuk yang mudah dan tersendiri menunjukkan hierarki dalam struktur perkebunan, dengan penghuni yang menempati lapisan atas atau status sosial tinggi. Keadaan rumah pejabat ini berbeda jika dibandingkan dengan rumah karyawan/pekerja yang tidak memiliki jalan khusus dan lebar. Frekuensi atau kepadatan yang sangat rendah menujukkan ruang terbuka luas dan jalan hanya diperuntukkan untuk satu rumah. Kondisi ini menunjukkan penghuni rumah berstatus sosial tinggi, berasal dari golongan kelas satu (Melayu, Eropa, China), dengan posisi pekerjaan sebagai pejabat tinggi.

Fungsi Bangunan

Fungsi bangunan memengaruhi struktur bangunan, baik tata letaknya di ruang permukiman maupun wujud fisik dan tata ruang dalam bangunan. Rumah tinggal yang diperuntukkan pejabat tinggi perkebunan akan diletakkan sebagai sentra bangunan di tengah-tengah kawasan permukiman, misalnya rumah Tjong A Fie. Kemudian, rumah- rumah pejabat di bawahnya akan menjadi rumah satelit yang terletak di pinggir lahan emplasemen atau berdiri terpisah di lahan lain.

Wujud bangunan seperti struktur formal vertikal, mengikuti morfologi  tubuh manusia. Struktur formal ada tiga bagian utama, yaitu kepala, badan, dan kaki. Kepala adalah bagian atap, berfungsi melindungi seluruh badan (dinding) dan kaki (fondasi dan lantai). Tata ruang dalam bangunan memiliki pola asimetris.

Rumah tinggal di kawasan Kesawan tampak memakai konsep arsitektur khusus dan terencana dengan matang sehingga kenyamanan, keamanan, keindahan, dan kemudahan tampak dalam wujud fisiknya. Seni desain bentuk dan ragam hias serta teknik bangunan meliputi proses perancangan, konstruksi, dekorasi, dan keindahan menjadi perhatian utama dalam mendirikan rumah pejabat tinggi.

Gaya arsitektur rumah pejabat tinggi bangunan juga memperhatikan gaya yang lagi terkenal (trend) pada zamannya. Tahun pendirian rumah tinggal kawasan Kesawan pada awal abad ke-20 dan trend gaya arsitektur ketika itu adalah gaya Indo-Eropa-China. Gaya Indo-Eropa-China tidak semata-mata langsung menggantikan gaya Empire Style abad ke-19. Ada masa peralihan atau transisi, sekitar akhir abad ke-19– awal abad ke-20 atau tepatnya antara tahun 1890-1915 jika merujuk kepada periodisasi perkembangan arsitektur di Hindia Belanda (Handinoto and Hartono 2009, 45). Wujud fisik dan perkiraan tahun pendirian cenderung bergaya arsitektur transisi. Rumah kolonial arsitektur transisi lebih mengedepankan fungsi sehingga tampak sudah tidak ada lagi elemen kolom dan dekorasi yang rumit. Dalam hal ini penggayaan dan penataan objek disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi rumah tinggal.

Perencanaan bangunan telah ditentukan oleh fungsinya sebagai rumah tinggal. Rumah tinggal pejabat tinggi ditata dan diatur menyesuaikan dengan fungsinya, diperuntukkan bagi pejabat berstatus sosial  tinggi.  Kemudian, ditentukan lahan pilihan, maka fungsi akan memilih siapa penghuni rumah yang terletak di lahan khusus. Seperti yang diungkapakan oleh Ian Hodder bahwa semua benda bekerja dalam tiga cara, yaitu melakukan analisis waktu, analisis fungsi, dan analisis penataan objek.

 

KESIMPULAN

Bangunan kolonial di kawasan Kesawan memiliki tipomorfologi khas bangungan Belanda-China, mencakup bentuk fisik, tata letak, dan fungsi bangunan, dengan pertimbangan kondisi geomorfolgis dan geografis. Bentuk dan model bangunan tampak bergaya Eropa yang dipadu dengan unsur budaya China (tradisional China), termasuk gaya arsitektur peralihan dari abad ke-19 (Indische Empire Style) sampai dengan abad ke-20 (Indo-European Style) atau aristektur transisi. Bangunan memiliki denah persegi dengan fondasi masif; model bangunan satu lantai; dinding tebal dari tembok plesteran, batu alam; bukaan banyak berukuran besar; atap besar dengan penutup genteng dan seng, serta bentuk atap mengikuti bentuk arsitektur lokal yang berupa bentuk atap jolopong dan parahu kumereb, atau campuran keduanya. Karakteristik khas terutama tampak di tata letak dan bahan yang digunakan. Bangunan didirikan dengan arsitektur yang mengikuti zamannya, tampak terencana dengan baik karena fungsi bangunan, yaitu sebagai rumah tinggal pejabat tinggi perkebunan.

Letak bangunan berada di lahan datar, dan berjarak dari lahan jalan. Lahan rumah tinggal berada di kawasan Kesawan, tepatnya di Jl. Jend. Ahmad Yani, kota Medan, Sumatera Utara. Secara umum daerah Kesawan berupa lahan datar, yang berpengaruh kepada tipomorfologi bangunannya.

Fungsi bangunan sebagai rumah tinggal pejabat perkebunan zaman kolonial Belanda berpengaruh kepada karakteristik tipomorfologi arsitektur rumah tinggal. Demikian juga sebaliknya sehingga tampak adanya interaksi antara fungsi dan karakteristik tipomorfologi arsitektur bangunan. Selanjutnya, terjadi interaksi antara bentuk fisik dan penghuninya, yaitu masyarakat. Wujud fisik bangunan memiliki makna di dalamnya, yaitu menunjukkan struktur sosial dalam struktur kekuasaan masyarakat di kota Medan.

 

UCAPAN TERIMAKASIH

We sincerely send our gratitude to Mrs Mimi Wahyu Dharma, who is the granddaughter and manager of the Tjong A Fie Mansion Museum, for her support and cooperation in the research on Typomorphology of Chinatown Building Architecture in Kesawan Medan. Hopefully, this research can provide a fresh perspective on the study of cultural heritage in Indonesia.

We also appreciate the management of The Tjong A Fie Memorial Institute, for the time they have spent in discussing many things about Major Tjong A Fie and his residence.

In this emotional atmosphere, we are also happy because today is a moment of gratitude and very much to be desired. Hopefully, there will be enough benefits from this paper for readers and can contribute to science, especially in the field of cultural heritage in Indonesia and even the world.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 2009. Schools and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatra (1927-1933). Equinox Publishing.

 

Buiskool, Dirk A. 2009. “The Chinese Commercial Elite of Medan, 1890-1942: The Penang Connection.” Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society 82 (2): 113–29.

 

Handinoto. 2009. “Daendels Dan Perkembangan Arsitektur Di Hindia Belanda Abad 19.” DIMENSI (Journal of Architecture and Built Environment) 36 (1): 43.

 

Handinoto, and Samuel Hartono. 2009. “Arsitektur Transisi Di Nusantara Dari Akhir Abad 20 (Studi Kasus Komplek Bangunan Militer Di Jawa Pada Peralihan Abad 19 Ke 20).” DIMENSI (Journal of Architecture and Built Environment) 34 (2): 81–92.

 

Lobeck, Armin Kohl. 1939. Geomorphology, an Introduction to the Study of Landscapes. Vol. 551.4 L797. McGraw-Hill Book Company, inc.

 

Loeckx, André. 2004. Urban Trialogues: Visions, Projects, Co-Productions. Edited by André Loeckx. Vol. 21. Un-Habitat.

 

Moughtin, Cliff, Taner Oc, and Steven Tiesdell. 1999. Urban Design: Ornament and Decoration. Routledge.

 

Pane, Iman, and Hajar Suwantoro. 2019. “The Study of Indisch Architecture Development as an Effort in Preserving the Heritage of Colonial History in Medan.” Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal), 207–14.

 

Rudiansyah. 2016. Tipologi Dan Makna Simbolis Rumah Tjong A Fie. Yogyakarta: Estilisium.

 

Saussure, Ferdinand. 1996. Saussure. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .

 

Sinar, Tengku Lukman. 1976. “The Impact of Dutch Colonialism on the Malay Coastal States on the East Coast of Sumatra during the Nineteenth Century.” Dutch-Indonesian Historical Conference 19: 180.

 

Sulistijowati, M. 1991. “Tipologi Arsitektur Pada Rumah Kolonial Surabaya (Dengan Kasus Perumahan Plampitan Dan Sekitarnya).” Surabaya.

 

Zahnd, Markus. 1999. Strategi Arsitektur Dan Perancangan Sistem Kota Secara Terpadu, Teori Perancangan Kota Dan Penerapannya. Vol. 2. Yogyakarta: Kanisius.