IDENTIFIKASI TINGGALAN ARKEOLOGIS
DI SITUS KAPAL TENGGELAM SENGGILING
IDENTIFICATION OF ARCHAEOLOGICAL REMAINS
IN SENGGILING SHIPWRECK SITE
Stanov Purnawibowo
Balai Arkeologi Sumatera Utara
Jl. Seroja Raya Gg. Arkeologi No.1, Medan 20134
stanov.purnawibowo@kemdikbud.go.id
Reception date : 011/10/2020 |
Last Revision: 02/11/2020 |
Acceptation date: 04/11/2020 |
Published: 25/11/2020 |
To Cite this article : Purnawibowo, Stanov. 2020. “IDENTIFIKASI TINGGALAN ARKEOLOGIS DI SITUS KAPAL TENGGELAM SENGGILING.” Berkala Arkeologi Sangkhakala 23(2). Medan, Indonesia, 119-128. https://doi.org/10.24832/bas.v23i1.446. |
©2020 Berkala Arkeologi Sangkhakala –This is an open access article under the CC BY-NC-SA license |
Abstracts
Senggiling shipwreck is a potential underwater archeological remains locate on the north coast of Bintan Island. The aim of this study is to identificate the artefactual data of the site. The data are acquired by performing an observation through survey techniques and underwater exvacation. The analysis is conducted on the shape, space, and time aspects to find out the type variants of the shape, location and time of production. The result of this study shows the site’s artifact type variants in the form of a wooden ship with 19th-century European production technology. The ship was loaded with square igneous rocks, porcelains, earthenware figurines, glass bottles, metal plates, wooden ship pegs, clay floors, porcelain spoons, and stone medicine bottles. All of them are identified as being produced in Europe and China in the 18th -- 19th century.
Keywords: artifact; underwater; shipwreck; Senggiling
Abstrak
Situs Kapal tenggelam Senggiling merupakan salah satu potensi tiggalan arkeologi bawah air yang berada di Pesisir Utara Pulau Bintan. Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi terhadap data artefaktual di situs tersebut. Metode perolehan data dilakukan dengan cara observasi dengan teknik survei dan ekskavasi bawah air. Analisis dilakukan pada aspek bentuk, keruangan, dan waktu untuk mengetahui ragam jenis bentuk, tempat pembuatan, dan masa pembuatannya. Hasil penelitian menunjukan ragam jenis artefak dari situs tersebut berupa kapal kayu dengan teknologi pembuatan abad ke-19 dari Eropa. Barang muatannya berupa batuan beku persegi, barang porselen, figurin earthenware, botol kaca, lempengan logam, pasak kayu kapal, lantai tanah liat, sendok porselen, dan botol obat berbahan stoneware. Identifikasi barang muatan kapalnya berasal dari Eropa dan Cina abad ke-18 hingga ke-19.
Kata kunci: artefak, bawah air, kapal tenggelam; Senggiling
PENDAHULUAN
Penelitian arkeologi di Perairan Senggiling tahun 2019 merupakan salah satu program kerja Balai Arkeologi Sumatera Utara. Penelitian tersebut merupakan kelanjutan dari survei arkeologi di Pesisir Utara Pulau Bintan yang telah dilaksanakan tahun 2018 di Desa Berakit, yang terletak di sebelah timur Desa Sri Bintan. Salah satu lokasi penelitian tahun 2019 adalah di Perairan Senggiling yang berada di Desa Sri Bintan, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi tersebut memiliki potensi tinggalan arkeologi bawah air yang melimpah. Salah satunya adalah kapal tenggelam yang dinamakan situs kapal tenggelam Senggiling dengan muatan beraneka macam barang.
Potensi tersebut berupa deposit artefak material kapal berbahan kayu yang tenggelam beserta muatannya berupa batu kubus dan balok panjang dengan bahan dasar batuan beku, tegel lantai berbahan tanah liat, fragmen papan kayu kapal yang masih terikat pasak logam pengikatnya. Areal sebaran deposit artefak tersebut sekitar 50 meter x 45 meter yang berada di dasar laut pada kedalaman 10 meter hingga 12 meter. Beberapa barang muatan kapal tersebut masih dalam kondisi menimbun struktur kapalnya. Lokasi berada sekitar 400 meter hingga 500 meter dari tepi pantai Senggiling yang tidak berpenghuni. Informasi keberadaan tinggalan bawah air tersebut justru diperoleh dari salah seorang tokoh masyarakat di Desa Pengudang yang bermukim di sebelah Timur Perairan Senggiling. Kondisi sebelum dilakukan penelitian, menurut informasi masyarakat Desa Pengudang, banyak barang dari kapal tenggelam tersebut diambil untuk dijual sebagai barang antik.
Keberadaan data arkeologi hasil penelitian tahun 2019 di situs kapal tenggelam Senggiling dapat dikatakan cukup banyak jenis dan kuantitasnya. Beberapa artefak yang didokumentasi dan dapat diangkat diambil sampelnya berupa struktur kayu kapal, fragmen keramik berbahan porselen dan stoneware, fragmen logam, fragmen batuan, fragmen wadah earthenware, fragmen kaca, dan sebagainya. Berkenaan dengan uraian data tersebut penelitian difokuskan untuk menyelesaikan masalah penelitian terkait keberadaan kapal tenggelam Senggiling. Apakah tinggalan arkelogis tersebut merupakan kapal tenggelam beserta muatannya? Apa jenis kapal yang tenggelam? serta berasal dari mana kapal dan muatannya tersebut?
Tujuan dari pemerian tersebut adalah untuk mendapatkan identifikasi ragam jenis sampel data arkeologis dari situs kapal tenggelam Senggiling. Dari hasil identifikasi tersebut dapat diketahui jenis kapal, muatannya, waktu serta lokasi data diproduksi. Sasaran penelitian ini adalah untuk mengungkap fakta kapal tenggelam Senggiling merupakan situs kapal karam yang membawa muatan barang dalam jumlah yang cukup banyak.
Kajian arkeologi tidak dapat dilepaskan dari pemerian artefak, sebagai penelitian awal sangat diperlukan kedetailan informasi berkenaan dengan data tinggalan arkeologi bawah air di Perairan Senggiling untuk dapat diambil suatu generalisasi melalui hasil identifikasinya. Setelah dilakukan pemerian dan identifikasi, objek arkeologis dapat lebih lanjut dikaji nilai pentingnya, serta dilanjutkan pada aspek pengelolaannya agar pelestarian dan pemanfaatannya dapat seimbang dilaksanakan.
Penelitian berkenaan dengan aktivitas maritim dan tinggalan arkeologi bawah air di perairan Senggiling belum pernah dilakukan. Konsep tentang arkeologi maritim yang merupakan kajian interaksi antara manusia dengan perairan (danau, laut, sungai) melalui manifestasi keberadaan material budayanya, termasuk di dalamnya adalah angkutan air, fasilitas di tepi laut, kargo, ataupun sisa manusia (Utomo 2016, 2). Adapun arkeologi bawah air lebih merujuk pada metode mendapatkan data arkeologi yang berada di bawah perairan, baik danau, sungai, ataupun laut (Koestoro 2007, 1). Penelitian ini didasari oleh ramainya aktivitas maritim yang cukup ramai di Pulau Bintan dan Kepulauan Riau, serta Indonesia bagian barat secara umum. Hasil riset tahun 2019 di Perairan Senggiling masih merupakan riset awal. Untuk mengawali kajian, tentunya harus didukung data kajian lain yang telah dilakukan di Pulau Bintan dan Kepulauan Riau terkait jejak aktivitas maritim yang berasal dari masa lalu.
Beberapa kajian berkenaan dengan arkeologi maritim dan bawah air di Pulau Bintan telah dilakukan oleh beberapa peneliti, di antaranya yaitu: Penelitian berkenaan dengan jenis kapal Asia Tenggara yang berteknologi awal abad masehi telah dilakukan sejak tahun 1980 oleh Manguin (Manguin 1980, 266). Adapun eksplorasi tinggalan arkeologi bawah air di Perairan Kepulauan Riau dari situs Pulau Buton di Natuna yang berasal dari Kapal era Dinasti Qing (Adhityatama dan Sulistyarto 2015, 1). Kemudian keberadaan tinggalan bawah air yang diintepretasi sebagai bukti langsung keberadaan perdagangan maritim antar bangsa telah dilakukan di wilayah Tanjung Renggung, Kabupaten Bintan dan Kabupaten Natuna (Adhityatama dan Sulistyarto 2018, 127). Untuk Pulau Bintan sendiri, keberadaan tinggalan kapal kayu di kaki Bukit Jakas yang saat ini bernama Gunung Bintan sebagai salah satu warisan budaya bahari Indonesia (Utomo 2016, 3).
Informasi lain berkenaan dengan kapal tenggelam di Sungai Bintan yang dikenal dengan sebutan Perahu Nahkoda Ragam (Koestoro 2005, 49). Kapal tenggelam tersebut merupakan perahu berteknologi pasak kayu yang dikombinasi dengan paku besi untuk menyambung ke bagian gading-gadingnya, perahu tersebut diduga berasal dari abad ke-15 hingga ke-16 (Koestoro 1995, 203). Keberadaan pelayaran bangsa Eropa di Nusantara yang mengambil alih hegemoni penguasa lokal, khususnya di Kepulauan Riau semenjak adanya Traktat London (Lapian 2008).
METODE
Perolehan data artefaktual dilakukan dengan metode observasi dengan teknik survei dan ekskavasi arkeologi bawah air, dengan membuka empat lubang uji/TP (test-pit). Data artefak yang telah diperoleh selanjutnya dianalisa menggunakan variabel bentuk, keruangan, dan waktu agar dapat diketahui jenis, asal, dan masa pembuatannya sebagai salah satu unit pemerian data arkeologi agar dapat diperoleh identitasnya secara umum data arkeologinya. Pengidentifikasian juga dilakukan dengan cara membandingkan temuan sejenis yang pernah ditemukan di situs bawah air lainnya melalui kajian pustaka. Untuk penalarannya, penelitian ini menggunakan alur penalaran induktif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data artefaktual yang akan diteliti merupakan hasil ekskavasi dan survei. Ekskavasi dihasilkan dari dasar laut pada kedalaman temuan antara 10 meter hingga 12 meter dengan jarak pandang 5 -- 10 meter yang berarus tenang. Adapun uraian berkenaan dengan tinggalan arkeologi bawah air di situs kapal tenggelam Senggiling adalah sebagai berikut.
Fragmen kayu kapal ditemukan di Perairan Senggiling. Berasosiasi dengan fragmen batuan beku berbentuk kubus, balok, fragmen lantai tanah liat (tegel), fragmen logam, fragmen keramik, dan fragmen figurin yang diidentifikasi sebagai barang muatannya. Fragmen kayu kapal dapat dikategorikan sebagai fragmen bagian kapal kayu yang tenggelam di perairan tersebut. Terdeposisi di bagian bawah barang angkutannya dan diselingi oleh pasir kasar dan lumpur serta banya ditumbuhi oleh terumbu karang yang beraneka ragam. Kapal kayu tersebut terdeposisi di kedalaman 10 -- 13 meter. Bagian struktur kayu rangka badan kapal yang tampak terdapat di bagian barat dan memanjang ke arah timur yang diperkirakan merupakan bagian haluannya. Adapun bagian buritan belum berhasil ditampakkan. Jarak kayu kapal yang tampak di bagian barat ke arah timur semakin mengecil ukuran kayunya berjarak sekitar 7 meter.
Bagian fragmen struktur kayu kapal memiliki tiga lapis susunan yang diikat oleh tiga pasak logam yang tampak dari permukaan dasar laut. Ketiga lapisan tersebut adalah bagian kayu berbentuk balok dan sebagian berbentuk papan panjang yang posisinya di bagian bawah kayu berbentuk balok. Fragmen kayu kapal terdeposisi dengan orientasi timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara, dan diidentifikasi sebagai struktur bagian lambung kapal.
Identifikasi bagian struktur yang terdiri dari tiga lapisan kayu tersebut adalah sebagai berikut. Susunan struktur kayu pertama yang terdeposisi paling bawah merupakan jenis kayu yang berbentuk papan kayu dengan ketebalan 8 cm dengan lebar 60 cm dengan panjang papannya yang berhasil ditampakan 180 cm dengan orientasi barat laut-tenggara. Struktur papan kayu tersebut merupakan bagian terluar dari struktur lambung kapal kayu.
Lapisan struktrur kayu yang kedua terletak di bagian atas struktur kayu pertama dengan bentuk dan ukuran dimensinya yang sama dengan struktur kayu pertama. Struktur ini diidentifikasi sebagai struktur kayu pelapis lambung kapal agar badan kapal kayu kokoh dan kuat dalam mengarungi samudera.
Lapisan struktur ketiga yang tampak dari permukaan dasar laut adalah struktur berbentuk dua balok kayu yang melekat di bagian paling atas struktur pertama dan kedua memiliki dimensi tebal dan lebar yang sama 20 cm, dengan panjang bagian balok kayu yang berhasil ditampakan hanya 180 cm dengan orientasi timur laut-barat daya. Bentuk struktur tersebut diidentifikasi sebagai struktur kayu penguat dan penghubung antara dua lapisan struktur kayu kapal terluar dengan bagian bagian dalam yang biasanya merupakan struktur gading-gading atau rusuk lambung kapal.
Posisi keberadaan pecahan tiga lapisan struktur kayu bagian badan kapal memanjang berorientasi timur laut-barat daya. Adapun posisi sebagian papan kayu bagian badan yang berhasil ditampakkan dalam penelitian kali ini memanjang barat laut-tenggara, terutama struktur kayu pertama dan ketiga.
Berdasarkan Posisi orientasi ketiga lapisan kayu struktur kapal serta mempertimbangkan keberadaan temuan struktur kayu lain yang berada di bagian timurnya yang diduga bagian haluan, posisi karamnya kapal tersebut timurlaut-baratdaya dengan posisi haluan di bagian timur laut dan bagian badan serta buritan berada di barat daya (lihat gambar 1).
Gambar 1. Kondisi papan kayu kapal tenggelam Senggiling
(Sumber: (Purnawibowo et al. 2019, 64)
Fragmen batuan beku persegi dan balok fragmen batuan beku yang terdeposisi di bawah laut jumlahnya sangat banyak. Fragmen tersebut memiliki dimensi ukuran panjang 1 meter, tebal hingga 8 cm, dan lebar 30 cm. Fragmen batuan beku tersebut telah banyak ditumbuhi terumbu karang. Identifikasi sementara, batuan beku berbentuk persegi tersebut merupakan bagian bahan bangunan.
Fragmen tanah liat/earthenware di antaranya adalah sebagai berikut: Figurin tanah liat yang berhasil diangkat dari ekskavasi bawah air di perairan senggiling berjumlah sebelas buah fragmen. Berbahan tanah liat (earthenware) yang menggambarkan sosok dewa, anak kecil, wanita, lelaki dewasa, dan badut. Teknik pembuatannya diidentifikasi dengan teknik cetak, yang bagian dalamnya terdapat jejak tekan. Berbentuk figur manusia, bagian luar sangat halus, dan bagian dalamnya ada warna hitam. Memiliki dimensi ukuran yang kecil seperti mainan. Fragmen figurin tersebut diduga diproduksi dari Cina didasarkan atas bentuk yang menyerupai objek-objek berkaitan dengan penokohan mitologi Cina. Selain tokoh mitologi, juga ditemukan tokoh figurin berbentuk badut. Selain diproduksi di Cina, kemungkinan juga diproduksi di Eropa untuk diperdagangkan kepada etnis Cina yang pada abad ke-19 banyak menjadi pengusaha Gambir di wilayah Kepulauan Riau, khususnya di Pulau Bintan (Purnawibowo dan Hendrawan 2019, 176).
Berikutnya objek yang terbuat dari earthenware adalah sejenis cepuk namun bagian dasarnya mengerucut dan bagian badannya sangat tipis, dengan ukuran yang relatif kecil. Bagian tepiannya di satu sisi agak meruncing seperti tempat mengalirkan cairan. Objek tersebut diindikasi sebagai wadah pelita (agle), karena ketipisan bagian badannya. Adapun bila untuk difungsikan sebagai penampung cairan logam akan sangat riskan mudah pecah dengan ukuran ketebalan yang begitu tipis.
Data berikutnya terbuat dari bahan earthenware yaitu lantai tegel. Kondisi utuh tidak ditemukan, namun dari warna bahan yang oranye serta ketebalan lantai tanah liat tersebut yang berukuran 1,5 cm yang memungkinkan kekuatannya terhadap tekanan injakan. Sebagai bandingan objek sejenis yang ada di situs bekas Istana di Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang dan reruntuhan Istana Damnah yang berada di Pulau Lingga yang masih satu wilayah budaya. Keberadaan objek bandingan tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan fragmen tegel yang didapat dari kapal tenggelam Senggiling.
Asosiasi frgamen tersebut berada satu konteks bersama batuan beku persegi semakin menguatkan indikasi keberadaan dua objek tersebut (batuan beku dan tegel) sebagai bagian dari bahan bangunan yang didatangkan dari luar Bintan ataupun Kepulauan Riau.
Fragmen kaca yang didapat dari perairan senggiling berasal dari bentuk wadah botol yang tersisa hanya bagian badan dan dasarnya saja berdiameter 8 cm bagian dasarnya dengan bentuk dasar melengkung ke arah dalam botol, terbuat dari bahan kaca berwarna kehijauan.
Identifikasi terhadap bentuk botol tersebut diproduksi dari abad ke-19 di benua Eropa. Identifikasi tersebut didasarkan atas asosiasi dan relasi keberadaan botol yang ditemukan pada kapal berteknologi Eropa abad ke-19.
Gambar 2. Fragmen logam, batu silindris, tegel, figurin tanah liat, dan botol kaca dari situs kapal tenggelam Senggiling
(Sumber: Purnawibowo et al. 2019, 68-- 69)
Fragmen pasak logam, ring logam, dan pasak kayu merupakan objek yang dikaitkan dengan keberadaan rangka kapal kayu yang ditemukan di Perairan Senggiling. Selain itu, ada juga fragmen logam tipis yang terpatinasi berwarna hijau. Adapun bagian tepian fragmen logam tipis tersebut memiliki lubang berjajar untuk tempat dudukan pasak logam kecil. Untuk pasak logam bagian ujungnya runcing menipis di dua sisi, dan bagian pangkalnya berbentuk setengah membulat, berukuran panjang 25 cm dan diameter/tebal sekitar 2 cm. Adapun ring logam berukuran diameter yang sama dengan pasaknya. Adapun pasak logam lainnya berupa potongan yang lebih kecil dari pasak logam pertama yang pada bagian ujungnya meruncing. Berikutnya adalah lembaran logam tipis berbahan kuningan pada bagian tepinya terdapat lubang berjajar yang difungsikan sebagai tempat menempelkan pasak yang berukuran kecil.
Elemen lembaran logam berbahan kuningan diidentifikasi sebagai pelapis logam pada bagian kontruksi kapal kayu, yang ditempelkan pada objek kayu menggunakan paku yang posisinya berjajar, lembaran logam tersebut dinamakan copper (Ciarlo 2015, 148-- 149). Sebagai perbandingan bentuk temuan copper yang ditemukan di situs Senggiling dengan yang berasal dari situs kapal tenggelam lain yang menggunakan teknologi abad ke-19, terdapat beberapa persamaan keberadaan jejak lubang paku yang berderet.
Gambar 3. Perbandingan Copper dari dari situs Senggiling dan Kapal Verguled Draak’s.
(Sumber: Duivenvoorde Van 2015, 179)
Objek batuan beku granit yang berbentuk silindris, pada satu bagian ujungnya berdiameter lebih kecil dari diameter bagian pangkalnya. Kemungkinan objek tersebut didudukan secara vertikal. Batu tersebut diduga sebagai balst stone yang merupakan batu pemberat kapal. Memiliki berat 642 gr dengan bagian tepian yang masih belum dihaluskan. Menilik bentuk dan beratnya objek tersebut diidentifikasi sebagai pemberat yang biasanya disimpan di bagian lambung bawah kapal.
Objek mangkuk, sendok, botol obat yang ditemukan dibuat dari bahan stoneware dan porselen. Wadah berbahan porselen memiliki warna glasir keramik jenis biru putih. Jenis wadah yang dapat diidentifikasi dari Perairan Senggiling berbentuk mangkuk, piring kecil, sendok, dan covered box dengan berbagai ukuran. Fragmen keramik yang ditemukan tersebut, masih ada yang dikemas bertumpuk seperti saat masih di tungku pembakarannya. Selain fragmen keramik berbahan porselen, juga ditemukan fragmen seperti botol wadah obat berbahan stoneware. Motif hias wadah keramik tersebut sebagian besar bermotif flora, sulur, dan geometris.
Adapun covered box yang ditemukan merupakan wadah berbentuk silinder dengan ukuran kecil yang memiliki tutup. Ukuran dimensi diameter bagian atas/tutup, badan, hingga ke bawah sama, sekitar 10 cm dengan tinggi 4 cm. Fragmen tersebut diidentifikasi sebagai wadah bedak make up.
Botol obat stoneware memiliki ukuran diameter tepian yang sama dengan dasar, adapun pada bagian badan diameternya membesar, dengan tinggi objek 15 cm dan tebal 0,5 cm.
Gambar 4. Fragmen keramik biru putih dari dari situs kapal tenggelam Senggiling
(Sumber:Purnawibowo et al. 2019, 72-- 73)
Identifikasi teknik ikat antar kayu kapal yang tampak dalam penelitian kali ini adalah keberadaan tiga buah pasak logam yang berjajar diindikasi sebagai teknik pasak sistem butt fastenings system yang biasanya akan ada tiga buah pasak lagi dan saling bertemu di bagian pasak yang berjajar dua (saling bersebelahan). Fragmen kapal kayu tersebut diidentifikasi menggunakan teknologi butt fastenings system yang berasal dari teknologi kapal kayu buatan abad ke-19. Jenis kapal yang menggunakan teknik ikat antar kayu seperti ini diproduksi di Eropa (McCarthy 2005, 83 -- 85). Adapun bila membandingkan teknologi Kapal Kayu Nahkoda Ragam yang ada di Sungai Bintan dengan kapal tenggelam Senggiling terletak pada teknologi pemakaian bahan pasak logamnya. Pada kapal tenggelam Senggiling pasak logamnya terbuat dari bahan campuran tembaga (Cu) dan seng (Zn) dengan ketebalan/diameter hingga 1,8 cm yang dikombinasi dengan ring pasak berdiameter 2 cm. Adapun paku dari kapal Nahkoda Ragam terbuat dari besi (Fe) dengan ketebalan 1 cm (Koestoro 1995, 204).
Gambar 5. Teknik ikat menggunakan pasak logam pada kapal buatan abad ke-19.
(Sumber: McCarthy 2005, 84-- 85)
Menurut nelayan yang sering beroperasi di wilayah perairan tersebut, fragmen figurin tanah liat tersebut biasanya terdapat dalam satu kotak kayu yang berisi paling sedikit empat figurin dan paling banyak enam figurin. Hal tersebut memungkinkan indikasi objek tersebut merupakan barang hadiah atau mainan bagi kalangan kelas menengah ke atas pada abad ke-19.
Hasil identifikasi terhadap objek-objek arkeologis yang ditemukan di Situs Senggiling dapat diidentifikasi sebagai artefak yang dapat dikaitkan dengan konteks aktivitas pelayaran angkutan barang dagangan dan segala objek pendukung kegiatan pelayarannya tersebut yang berada di kapal tersebut. mulai dari objek barang dagangan, objek wadah kebutuhan sehari-hari para pelautnya, serta teknologi kapal kayunya. Beberapa ragam jenis objek yang berhasil diidentifikasi adalah sebagai berikut.
Objek figurin diidentifikasi sebagai barang komoditi dagang, yang diproduksi di luar Kepulauan Riau, diidentifikasi berasal dari Cina masa abad ke-19 hingga awal ke-20. Dalam riset ini memang belum ditemukan objek serupa dari jenis kapal tenggelam lainnya yang dapat dijadikan sebagai pembandingnya, namun bentuk dan objek serta konteks asosianya yang ditemukan bersama mangkuk keramik, guci, covered box, tegel tanah liat, batuan beku berbentuk persegi dengan ukuran yang besar, dapat dijadikan sebagai rujukan objek figurin tanah liat tersebut sebagai komoditas perdagangan antar negeri.
Fragmen pasak diidentifikasi sebagai bagian dari bagian struktur kontruksi kapal kayu, sedangkan fragmen logam lempengan diidentifikasi sebagi logam pelapis yang direkatkan pada bahan lain (kayu). Objek tersebut merupakan kesatuan utuh bagian struktur badan kapal yang menjadi ciri teknologi kapal produksi Eropa dari abad ke-19. Sebagai perbandingan bentuk pasak logam pada kapal buatan Eropa abad ke-18 hingga ke-19 adalah objek yang didapat dari Kapal Fougueux yang diproduksi tahun (1785-1805) yang telah dianalisis oleh Ciarlo (2015, 147) dengan objek pasak logam dari Situs Senggiling yang memiliki kesamaan bagian kepalanya berbentuk persegi. Identifikasi pasak logam tersebut digunakan pada teknologi kapal dari masa abad ke-18 hingga ke-19.
Gambar 6. Pasak logam pada kapal buatan abad ke-19 Masehi. (Sumber: Purnawibowo et al. 2019, 65 dan Ciarlo 2015
Deposit
batuan beku persegi tersebut berasosiasi dengan lantai tanah liat berwarna
coklat berbentuk persegi (tegel). Jenis batuan beku tersebut berasal dari luar
Bintan atau Kepulauan Riau. Adapun wadah bedak dan botol obat diidentifikasi
diproduksi di Cina abad ke-19. Identifikasi fragmen keramik yang terdapat di situs
kapal tenggelam Sengiiling merupakan jenis keramik biru putih berbahan porselen
dan stoneware yang variasi bentuknya mangkuk, sendok, covered box wadah
bedak/make up dan wadah obat. Adapun pola hiasnya beraneka ragam. Pola
hias keramik biru putih tersebut floral, sulur, dan geometris yang cenderung
tebal dan kuat. Ketebalan wadah dapat dikatakan cukup tipis namun cukup kuat.
Jenis keramik tersebut diidentifikasi sebagai keramik biru putih yang
diproduksi di Cina masa abad ke-19 (Eriawati 2013, 43 -- 44). Untuk hasil
penelitian 2019 di situs tersebut, jenis wadah keramik dikaitkan dengan
fungsinya untuk makan, wadah nasi/sayuran serta, wadah obat, serta kosmetik.
Identifikasi sendok porselen yang serupa juga ditemukan di situs Air Hitam
Jambi yang berasal dari Dinasti Qing abad ke-19 (BPCB Jambi 2016, 1).
Situs kapal tenggelam Senggiling merupakan situs kapal tengggelam yang mengangkut berbagai macam jenis barang dagangan. Mulai dari yang bentuknya kecil dan mobilisasinya tinggi hingga barang kebutuhan konstruksi bangunan. Keberadaan mangkuk yang masih tertumpuk sebagai bukti kapal tersebut memuat komoditas mangkuk dalam jumlah yang cukup besar untuk di edarkan di pasaran (lihat gambar 4).
Keberadaan beragam komoditas perdagangan tersebut juga mencerminkan kapal tersebut memiliki kapasitas yang cukup besar, walaupun secara struktur belum didapatkan data utuhnya. Namun melihat ketebalan konstruksi kayunya dan ragam jenis komoditas yang diangkutnya, kapal tersebut dapat dikategorikan sebagai kapal kargo besar lintas benua.
Kepemilikan kapal kargo besar tersebut pastinya dimiliki oleh suatu badan usaha atau korporasi besar. Korporasi besar yang ada pada abad ke-18 hingga ke-19 di Kepulauan Riau adalah IEC dan VOC yang banyak memonopoli secara politik dan ekonomi di kepulauan Riau. korporasi IEC milik Inggris yang berkuasa di bagian Semenanjung Malaya dan VOC milik Belanda berkuasa di Hindia Belanda. Untuk mengidentifikasi secara pasti kepemilikan dan korporasi yang memiliki kapal tersebut tentunya diperlukan penelitian lebih lanjut.
KESIMPULAN
Objek sisa struktur kayu yang berasal dari situs kapal tenggelam Senggiling diidentifikasi sebagai bagian dari kapal kayu yang menggunakan tiga lapis struktur kayu pada bagian badannya (gambar 1). Ketiga lapisan kayu tersebut diikat menggunakan teknik ikat butt fastenings system (penguat di bagian antar pangkal kayunya) menggunakan pasak logam campuran tembaga (Cu) dan seng (Sn), serta terdapat logam berbentuk lempengan disebut copper untuk melindungi struktur kayu kapal. Dari ragam artefak dan jejak struktur kapal yang ditemukan, dapat diidentifikasi jenis kapal yang tenggelam di perairan Senggiling merupakan jenis kapal angkut barang yang dibuat dengan teknologi Eropa dari abad ke-19.
Situs kapal tenggelam Senggiling merupakan situs kapal karam dari jenis kapal kargo yang membawa muatan komoditas buatan Cina abad ke-18 hingga ke-19. Hasil identifikasi menunjukan angkutan kargo (gambar 4) yang berbahan porselen dan stoneware berfungsi sebagai wadah obat, sendok, mangkuk, piring, dan make-up. Adapun bekas botol kaca diproduksi dari Eropa abad ke-19. Keseluruhan muatan kapal merupakan peralatan kebutuhan sehari-hari. Selain itu, kapal tersebut membawa figurin untuk mainan ataupun hadiah bagi anak-anak serta agle untuk pelita yang terbuat dari bahan earthenware. Komoditas lain berupa batuan beku yang sudah dibentuk balok serta tegel tanah liat yang merupakan komponen bahan bangunan yang pada masa tersebut dibutuhkan untuk membangun beberapa bangunan istana yang ada di Kepulauan Riau pada masa abad ke-19.
Berdasarkan uraian di atas, situs kapal tenggelam Senggiling merupakan situs kapal karam beserta muatannya. Jenisnya kapal kayu untuk fungsi muatan barang atau kapal kargo. Kapal kayu tersebut merupakan kapal dengan teknologi pembuatan Eropa abad ke-19 yang memuat barang dari Eropa dan Cina produksi abad ke-18 hingga ke-19. Untuk kepemilikan kapal masih belum diketahui, menunggu hasil riset selanjutnya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih atas segala pertolongan dan bantuan yang telah diberikan selama penelitian berlangsung kepada Bapak Mayor (P) M. Nawan dari Lantamal IV Tanjungpinang; Bapak Asmardianto, A.Md., dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau selaku pengawas; Al Azhari Nasution, S.S., M.Sn., dari Dinas Kebudayaan Provinsi Riau; Bapak Andrison dari BPCB Batusangkar; Ambo Asse Ajis, S.S., dari BPCB.
DAFTAR PUSTAKA
Adhityatama, Shinatria, and Prayitno Hadi Sulistyarto. 2015. “Eksplorasi Situs Arkeologi Bawah Air: Situs Pulau Buton/ Kapal Qing Di Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.” Varuna: Jurnal Arkeologi Bawah Air 9: 1-- 15.
———. 2018. “Bukti Langsung Interaksi Perdagangan Di Kepulauan Riau: Studi Pada Situs Arkeologi Bawah Air Di Pulau Natuna Dan Pulau Bintan.” Jurnal Segara 14 (3): 127-- 135. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.15578/segara.v14i3.7348.
BPCB Jambi. 2016. “Sendok ‘Dinsti Qing’, Situs Air Hitam Laut.” Benda Cagar Budaya. 2016. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/sendok-dinsti-qing-situs-air-hitam-laut/.
Ciarlo, Nicolás. 2015. “Naval Metals from Mid 18th- to Early 19th-Century European Shipwrecks : A First Analytical Approach” 47 (2): 146–52. https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Ciarlo%2C+N.+C.+%282015%29.+Naval+metals+from+mid+18th-to+early+19th-century+European+shipwrecks%3A+a+first+analytical+approach.+Historical+Metallurgy.
Duivenvoorde Van, Wendy. 2015. Dutch East Indian Companny Shipbuilding The Archaeological Study of Batavia and Other Seventeenth-Century VOC Ships. Edited by Green Jeremy. First. Texas: Texa A & M University Press.
Eriawati, Yusmaini. 2013. “Panduan Pengenalan Keramik.” Jakarta.
Koestoro, Lucas Partanda. 1995. “Penempatan Situs-Situs Bangkai Perahu Di Indonesia Dalam Sejarah Teknik Pembangunan Perahu Di Asia Tenggara.” In Kirana, edited by Hariani Santiko, Rita F. Nurlambang, and Agus Aris Munandar, 203-- 216. Depok: P.T. Intermasa.
———. 2005. “Rempah Dan Perahu Di Perairan Sumatera Dalam Ungkapan Arkeologis Dan Historis.” Jurnal Arkeologi Indonesia 3 (Jakarta: IAAI): 41-- 64.
———. 2007. Ekskavasi Peninggalan Bawah Air. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Direktorat Peninggalan Bawah Air.
Lapian, A.B. 2008. Pelayaran Dan Perniagaan Nusantara Abad Ke-16 Dan 17. Depok: Komunitas Bambu.
Manguin, P. Y. 1980. “The Southeast Asian Ship: An Historical Approach.” Journal of Southeast Asian Studies 11 (2): 266-- 276. https://doi.org/10.1017/ S002246340000446X.
McCarthy, Michael. 2005. Ships’Fastening from Sewn Boat to Steamship. First. Texas: Texas A&M University Press.
Purnawibowo, Stanov, and M. Fauzi Hendrawan. 2019. “Guci Dan Tempayan Koleksi Museum Linggam Cahya Dalam Konteks Produksi Gambir Dan Perdagangan Maritim.” In Budaya Maritim Nusantara Dalam Perspektif Arkeologi, edited by Lucas Partanda Koestoro, 159-- 179. Medan: Balai Arkeologi Sumatera Utara.
Purnawibowo, Stanov, Ketut Wiradnyana, Ambo Asse Ajis, M. Nawan, Rhis Eka Ribawa, Yanyan, Yance, et al. 2019. “Survei Arkeologi Di Pesisir Utara Pulau Bintan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.” Medan.
Utomo, Bambang Budi. 2016. Warisan Bahari Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.